Sejarah Pengelolaan Keuangan Negara
Tabel: Sejarah Tata Kelola Keuangan Publik Islam
Peristiwa Penting | |
---|---|
Masa Kepemimpinan Rasulullah |
|
Masa Khalifah Abu Bakar As-Sidiq |
|
Masa Khalifah Umar bin Khattab |
|
Masa Khalifah Utsman bin Affan |
|
Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib |
|
Situsekonomi.com - Pengelolaan keuangan pemerintahan atau negara sudah dilakukan sejak masa Rasulullah. Tabel di atas menunjukkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara (ADESY, 2016: 341).
Pada masa kepemimpinan Rasulullah, zakat dan 'usyr merupakan penerimaan negara terpenting. Perintah zakat turun pada tahun ke-2 Hijriyah. Pada tahun itu, Allah melalui Rasul-Nya mewajibkan zakat bagi umat Islam untuk mensucikan hartanya. Pada tahun yang sama, tahun ke-2 Hijriyah, antara masa Perang Badar dan pembagian rampasan perang, turunlah surah Al-Anfal yang menjadi acuan untuk membagikan ghanimah atau harta rampasan perang.
Penerimaan pemerintah atau negara yang tidak kalah penting adalah wakaf. Wakaf pertama kali diterapkan pada masa kepemimpinan Rasulullah pada tahun ke-4 Hijriyah yang dilatarbelakangi oleh kaum Bani Nadir, kaum yang kaya raya namun menentang ajaran dan kepemimpinan Rasulullah dengan melanggar Piagam Madinah dan berusaha membunuhnya.
Namun, Rasulullah berhasil mengusir kaum Bani Nadir dari Madinah dan seluruh peninggalan kaum Bani Nadir diwakafkan kepada kaum Muhajirin dan Anshar serta beberapa bagian untuk Rasulullah. Pada tahun ke-7 Hijriyah, seiring dengan kekalahan kaum Khaibar, Rasulullah menerapkan jizyah dan kharaj. Dengan demikian, maka penerimaan negara pada masa kepemimpinan Rasulullah meliputi: 1) zakat dan 'usyr; 2) ghanimah (harta rampasan perang); 3) kharaj; dan 4) jizyah.
Tahun 632-634 M pada masa kepemimpinan Abu Bakar As-Sidiq penerimaan negara cenderung menurun. Penerimaan yang menurun ini dikarenakan sepeninggalan Rasulullah, sebagian dari umat Muslim mulai membangkang dan menolak pembayaran zakat dan cukai ke negara (ADESY, 2016: 342).
Oleh sebab itu, khalifah Abu Bakar rela menyisihkan sebagian hartanya untuk menutup kekurangan penerimaan negara yang ada. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar penyaluran zakat sangat akurat hingga tidak ada sepeser Dirham pun yang tersisa.
Tahun 635-644 M merupakan kebangkitan dan penguatan perekonomian umat Islam di Madinah. Periode ini terjadi pada saat kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Pada masa kepemimpinan beliau, peran Baitul Mal sebagai lembaga penghimpun dan pengelola keuangan negara berfungsi dengan sangat baik dan profesional. Kebijakan Khalifah Umar adalah sebagai berikut: 1) penguatan fungsi dan peran Baitul Mal, 2) peraturan yang ketat mengenai pajak dan kepemilikan tanah, 3) mempertegas pembayaran zakat dan 'usyr, 4) meningkatkan pembayaran sedekah dan pajak dari kaum non Muslim, 5) penerimaan negara meliputi zakat dan 'usyr, khums dan sedekah, serta pajak bagi non Muslim, 6) pengeluaran negara diutamakan untuk dana pensiun, pertahanan dan keamanan serta dana pembangunan ekonomi (ADESY, 2016: 343).
Tahun 645-656 M kepemimpinan Madinah dilanjutkan oleh Khalifah Utsman bin Affan pasca sepeninggalan Umar bin Khattab. Kebijakan penting dari Khalifah Utsman selama memimpin umat Muslim adalah meningkatkan penerimaan negara dari segi pajak non Muslim (kharaj dan jizyah), menaikkan dana pensiun, pertahanan dan keamanan terutama kelautan.
Kebijakan pembangunan pada masa Khalifah Utsman adalah fokus pada pembangunan sumber daya alam dan membagikan lahan peninggalan musuh kaum Muslim untuk dikelola dan sebagian hasilnya diserahkan kepada negara. Hasil lahan pada masa kepemimpinan Utsman mencapai 50 juta Dirham.
Tahun 657-660 M, Khalifah Ali bin Abi Thalib melakukan kebijakan pengetatan dalam menjalankan keuangan negara. Khalifah Ali juga mewajibkan pembayaran khums untuk hasil ikan dan hutan yang sebelumnya tidak diwajibkan oleh khalifah sebelumnya.
BACA JUGA:
Pengelolaan Baitul Mal dilakukan dengan cara otonomi daerah dan desentralisasi, di mana seluruh pendapatan dari Baitul Mal pusat didistribusikan ke Baitul Mal yang berada pada provinsi seperti Madinah, Basrah dan Kufah. Kebijakan pengeluaran Khalifah Ali tidak jauh berbeda dengan apa yang diterapkan oleh Khalifah Umar, hanya saja Khalifah Ali menaikkan pengeluaran untuk pertahanan. Peningkatan pembiayaan pertahanan ini ditandai dengan menambah armada angkatan laut dan membentuk Shurtah, semacam organisasi kepolisian.