11 Cara Melakukan Promosi dengan Etika Bisnis
Situsekonomi.com - Setiap produk harus dilakukan promosi untuk memberitahukan atau menawarkan produk agar mudah dan cepat dikenali oleh masyarakat dengan harapan kenaikan pada tingkat pemasarannya. Nah, dalam melakukan promosi ini tidak boleh dilakukan asal-asalan. Menurut Sunyoto (179: 2016), agar terciptanya etika bisnis, maka setiap pelaku usaha dianjurkan untuk memerhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Pengenalan Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apa pun dari siapa pun dan dalam bentuk apa pun.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu, dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep "Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katebelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi, dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar Itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katebelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan "kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya Antargolongan
Pengusaha untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif " harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan Main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua etika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu demi satu.
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
BACA JUGA:
- Cara Mempromosikan Produk Via Website dalam Kegiatan Berbisnis
- UKM di Era Revolusi Industri 4.0: Teknologi sebagai Penggerak Utama
- Ketahuilah Cara Mengembangkan Bisnis Melalui Blog
Penutup
Perusahaan akan berlomba-lomba menanamkan image produknya dengan kuat kepada konsumen melalui iklan yang ditayangkan. Fenomena yang terjadi di Indonesia juga banyak iklan yang dibuat semenarik mungkin dengan mengabaikan tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia serta SK Menkes Nomor 368. Misalnya, iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, iklan tidak boleh menyesatkan, antara lain dengan memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui dan memberikan janji yang berlebihan, iklan tidak boleh menggunakan kata "ter", "paling", "nomor satu" dan atau sejenisnya tanpa menjelaskan dalam hal apa keunggulannya itu dan harus dapat membuktikan sumber-sumber autentik pernyataan tersebut.