Penjelasan tentang Model-model Kebalikan
Situs Ekonomi - Model-model seperti yang terdapat di bawah ini disebut sebagai model kebalikan atau berbanding terbalik (reciprocal model):
Yi = B1 + B2 (1/Xi) + ui.
Model ini memiliki variabel X yang berbentuk nonlinear karena variabel tersebut dimasukkan ke dalam model dalam bentuk kebalikan atau berbanding terbalik, namun model tersebut merupakan model regresi linear karena parameter-parameternya linear (Gujarati, 2006: 227).
Ciri yang penting dari model ini adalah bahwa apabila X naik dalam jumlah tak terhingga, maka faktor (1/Xi) mendekati nol dan Y mendekati nilai batas atau nilai asimtot sebesar B1. Oleh karena itu, model-model seperti regresi di atas memuat nilai asimtot atau nilai batas yang akan menjadi nilai variabel tak bebas apabila nilai variabel X naik dalam jumlah tak terhingga.
Model Kebalikan: Yi = B1 + B2(1/Xi)
Beberapa bentuk kurva yang mungkin bagi persamaan di atas ditunjukkan dalam gambar model kebalikan. Pada gambar tersebut, jika kita misalkan Y menyatakan rata-rata biaya tetap (AFC) dari kegiatan produksi dan X menyatakan jumlah output, maka sebagaimana yang ditunjukkan oleh teori ekonomi, AFC akan turun terus-menerus sejalan dengan peningkatan jumlah output. Hal ini dikarenakan biaya tetap itu dibagi di antara sejumlah besar output dan akhirnya menjadi asimtot dengan sumbu output pada tingkat B1.
Salah satu penerapan penting dari gambar (b) adalah kurva pengeluaran engel (nama tersebut sesuai dengan nama pakar statistik berkebangsaan Jerman Ernst Engel, 1821-1896), yang menghubungkan pengeluaran konsumen atas suatu komoditas terhadap total pengeluaran atau pendapatannya. Jika Y menotasikan pengeluaran atas komoditas dan X menotasikan total pendapatan, maka komoditas tertentu memiliki sifat-sifat berikut ini:
- Ada beberapa tingkat pendapatan kritis atau ambang batas di mana pada tingkat pendapatan di bawah ambang batas tersebut suatu komoditas tidak dibeli (misalnya, mobil). Dalam gambar (b) ambang batas dari pendapatan ini adalah pada tingkat -B2/B1.
- Ada tingkat konsumsi di mana konsumen merasa kenyang; di atas tingkat konsumsi tersebut konsumen tidak akan menambah konsumsinya seberapa besar pun pendapatannya (miliarder sekalipun umumnya tidak mempunyai lebih dari dua atau tiga mobil sekaligus). Tingkat ini tidak lain adalah asimtot B1 yang ditunjukkan dalam gambar (b). Untuk komoditas semacam itu, model kebalikan yang terdapat dalam gambar tersebut agaknya paling cocok.
Salah satu penerapan penting dari gambar (c) adalah kurva Phillips yang terkenal di dalam makroekonomi. Berdasarkan data Inggris tentang persentase perubahan upah nominal (Y) dan angka pengangguran (X) dalam persen, Phillips memperoleh kurva yang serupa dengan gambar (c).
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh gambar tersebut, kita mendapati bahwa adanya ketidaksimetrisan respons perubahan upah terhadap angka pengangguran. Upah naik lebih cepat untuk perubahan angka pengangguran sebesar satu unit bila angka pengangguran berada di bawah UN, yang oleh pakar ekonomi disebut tingkat pengangguran alamiah.
B1 menunjukkan batas asimtot untuk perubahan upah. Ciri khusus dari kurva Phillips ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor kelembagaan, seperti kekuatan tawar-menawar serikat buruh, upah minimum, ataupun asuransi pengangguran.