Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Landasan Konsumsi dalam Islam

Landasan Konsumsi dalam Islam

Situsekonomi.com - Allah Azza Wa Jalla memerintahkan kepada manusia agar dalam melakukan aktivitas konsumsi mengambil yang halal dan toyyib, sebagaimana disebutkan pada surat Al-Baqarah (2): 168,
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

As-Sa'di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa makna "Halalan"atau halal untuk dikonsumsi pada ayat di atas, adalah yang halal sumber pendapatannya, bukan dari rampasan maupun curian, bukan pula diperoleh dari transaksi bisnis yang diharamkan, atau bentuk-bentuk lainnya yang diharamkan secara syariat Islam. Sedangkan "Thayyiban" maksudnya adalah baik secara dzat, yaitu barang yang dikonsumsi itu bukan bangkai, darah, daging babi, dan seluruh hal yang kotor dan jorok lainnya (As-Sa'di, 2012: 289).

Hamka dalam tafsir al-Azhar mengenai ayat tersebut menjelaskan bahwa makanan yang halal ialah lawan dari yang haram. Yang haram di antaranya apa yang disembelih dengan nama selain Allah, daging babi, darah dan disembelih untuk berhala (ADESY, 2016: 319).

Dan hendaklah yang baik meskipun ia halal. Batas-batas yang baik itu tentu bisa dipertimbangkan oleh manusia. Kemudian diperingatkan pula pada lanjutan ayat supaya jangan mengikuti langkah-langkah setan, sebab setan adalah musuh yang nyata bagi manusia, kalau setan mengajak pada suatu langkah pastilah berujung pada kesesatan (Hamka, 2003: 375). Adapun langkah-langkah setan itu sebagaimana beliau kutipkan dari tafsiran Ibn Abbas radhiallahu'anhuma adalah apa saja yang menyelesihi isi Al-Qur'an.

Ayat yang juga senada dengan ayat di atas adalah firman Allah di surat Al-A'raf (7): 157,
(Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam) menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka al-khabaits (segala yang buruk) dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.

Wahbah Zuhaili seorang ahli tafsir kontemporer mengatakan, al-khabaits adalah yang jelek menurut kebiasaan yang benar dan tertolak seperti bangkai, darah, babi dan sembelihan kerena selain Allah. Sedangkan al-khabaits pada harta adalah yang diambil tanpa hak, seperti riba, risywah (sogokan), pencurian, penipuan dan yang lainnya dari usaha yang diharamkan (Zuhaili, 1991: 117).

Adapun ayat yang menegaskan tentang makanan yang haram untuk dikonsumsi, disebutkan di surat Al-Maidah (5): 3:
Diharmkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.

Dalam ayat ini ada empat macam yang diharamkan, yaitu bangkai; darah; daging babi; dan yang disembelih atas nama selain Allah. Yang termasuk dalam kategori bangkai, seperti al-munhaniqah (yang tercekik), al-mauqudzah (yang terpukul), al-mutaraddiyah (yang jatuh), al-natihihah (yang ditanduk), apa yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat disembelih, dan yang disembelih untuk berhala, semua itu termasuk kategori bangkai (ADESY, 2016: 320).

Bangkai itu haram namun ada hadis-hadis membolehkan memakan bangkai ikan dan belalang serta binatang laut. Dalam hadisnya Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:
Telah dihalalkan untuk kita dua jenis bangkai, yaitu bangkai ikan paus dan belalang. Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam juga pernah bersabda mengenai laut".
Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal". (Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah)

Kemudian darah itu haram, kecuali limpa dan hati. Sebagaimana dalam hadis berikut ini:
Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah bangkai ikan dan belalang. Sedangkan dua darah yang dihalalkan adalah hati dan limpa". (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Kemudian dalam hadis-hadis yang lain banyak ditemukan larangan memakan keledai jinak, binatang buas yang bertaring, burung yang mempunyai kuku untuk mencengkram dan binatang yang memakan kotoran. Misalnya hadis tentang larangan memakan binatang bertaring:
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda "Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram". (HR Muslim)

Adapun tentang binatang burung yang mempunyai kuku untuk mencengkram adalah sebagaimana hadis Ibn Abbas:
Dari Ibn Abbas ia berkata, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkram". (HR Muslim)

Adapun tentang memakan keledai jinak maka jumhur ulama mengharamkannya, sebagaimana hadis Jabir berikut ini:
Dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pada perang Khaibar melarang makan daging keledai jinak dan membolehkan daging kuda". (HR Bukhari)

BACA JUGA:

Adapun mengenali larangan mengonsumsi binatang jalalah adalah sebagai berikut:
Dari Ibn Umar ia berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang mengonsumsi hewan jalalah (hewan yang memakan kotoran), dan susu yang dihasilkan darinya." (HR Abu Dawud)
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.