Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian dan Prinsip Perbankan Syariah

Perbankan Syariah: Pengertian dan Prinsip-prinsipnya

Perbankan adalah lembaga yang mempunyai peran utama dalam pembangunan suatu negara. Peran ini terwujud dalam fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution), yakni menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (Umam, 2016: 1).

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berdasarkan prinsip operasionalnya bank dibedakan menjadi dua, yakni bank konvensional yang mendasarkan pada prinsip bunga dan bank berdasarkan prinsip syariah atau yang kemudian lazim dikenal dengan bank syariah. Bank syariah terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah atau yang saat ini disebut sebagai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Perbankan syariah merupakan institusi yang memberikan layanan jasa perbankan berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Prinsip ini menggantikan prinsip bunga yang terdapat dalam sistem perbankan konvensional.


Konsekuensi hukum dari penggunaan prinsip syariah dalam operasional perbankan adalah bahwa produk perbankan syariah lebih bervariasi dibanding produk perbankan konvensional. Produk perbankan konvensional, khususnya produk penghimpunan dana dan penyaluran dana, hanya mendasarkan pada sistem bunga sebagai bentuk prestasi dan kontraprestasi atas penggunaan dana. Sedangkan pada perbankan syariah mendasarkan pada akad-akad tradisional Islam yang mana keberadaannya sangat tergantung pada kebutuhan riil nasabah.

Menurut M. Syafi'i Antonio, prinsip-prinsip dasar perbankan syariah terdiri dari:
  1. Prinsip titipan atau simpanan (depository/al-wadi'ah);
  2. Prinsip bagi hasil (profit-sharing);
  3. Prinsip jual beli (sale and purchase);
  4. Prinsip sewa (operational lease and financial lease); dan
  5. Prinsip jasa (fee-based service).


Pendapat tersebut sejalan dengan pengertian prinsip syariah dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina).

Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, industri perbankan syariah di Indonesia mendapat angin segar dan memasuki era baru. Perbankan syariah bukan hanya sebagai counterpart dari perbankan konvensional, melainkan sebagai perbankan yang mampu memenuhi kebutuhan nasabahnya sesuai dengan kebutuhan riil nasabah yang bersangkutan.


Tujuan tersebut terwujud dalam fungsi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu:
  1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat;
  2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat;
  3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

Pelaksanaan fungsi sosial mendasarkan pada peraturan perundang-undangan terkait, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Jo Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.


Dalam rangka menentukan produk yang sesuai untuk nasabah sebagaimana dikemukakan di muka sangat tergantung dengan kebutuhan dan motivasi nasabah dalam menggunakan produk perbankan syariah. Misalnya untuk nasabah deposan yang menginginkan bahwa uang yang disimpan aman dan tidak terkena risiko apa pun maka padanya dapat diberikan produk simpanan (giro atau tabungan) berdasarkan prinsip titipan (wadi'ah), sedangkan apabila nasabah deposan yang bersangkutan menginginkan bahwa dana yang disimpan mendatangkan manfaat secara ekonomi maka padanya dapat diberikan produk simpanan (giro, tabungan, dan deposito) berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

Adapun bagi nasabah, pembiayaan juga ditentukan oleh kebutuhan dan motivasinya, misalnya bagi nasabah yang menginginkan kepemilikan atas sebuah barang maka padanya dapat diberikan produk pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (murabahah, salam, dan istishna); nasabah yang menginginkan modal untuk kegiatan usaha padanya dapat diberikan produk berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah); dan seterusnya. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, institusi perbankan syariah juga diwajibkan melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), yang mana aspek ketaatan terhadap prinsip syariah (sharia compliance) menjadi salah satu elemen yang wajib dicantumkan dalam self assement report dari bank syariah yang bersangkutan.

Kemudian dalam hal pemberian jasa perbankan dalam bentuk pembiayaan, sering kali tidak dapat dihindari adanya permasalahan atau yang dalam dunia perbankan dikenal dengan pembiayaan yang bermasalah (non-performing finance). Settlement yang dapat dilakukan oleh pihak bank, yakni berupa restrukturisasi pembiayaan yang bermasalah dimaksud sebagai jalan keluar pertama (first way out) dan apabila mengalami kegagalan maka dilakukan langkah kedua (second way out) berupa eksekusi jaminan. Dalam hal terjadinya pembiayaan yang bermasalah ini, maka sering kali berujung pada sengketa.
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.