Perkembangan Pasar Internasional Komoditi Pertanian
Situsekonomi.com - Perdagangan luar negeri merupakan sektor yang sangat berperan dalam menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Dari kegiatan ekspor tersebut dapat diperoleh devisa yang merupakan salah satu sumber dana/modal untuk pembangunan. Sementara dari kegiatan impor dapat diperoleh bahan baku dan barang modal yang diperlukan dalam pembangunan (Syechalad, 2009: 81).
Jenis komoditas ekspor non migas terdiri dari hasil pertanian (22 jenis), hasil industri (10 jenis) dan hasil pertanian olahan (16 jenis). Berdasarkan jumlah komoditas ekspor tersebut, tidak semua komoditas memiliki daya saing kuat di pasar ekspor. Dengan munculnya gagasan AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) di tengah upaya meningkatkan keterbukaan ekonomi global lewat WTO (World Trade Organization), maka perluasan pasar dapat ditingkatkan.
Lebih-lebih lagi Provinsi Aceh sebagai salah satu wilayah ekonomi yang tercakup dalam segitiga IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle) yang seharusnya dapat memberikan kontribusi yang luas dalam peningkatan ekspor, namun hal ini belum terwujud. Dengan semakin terbukanya ekonomi dan perdagangan tersebut, seyogyanya produk komoditas yang ditawarkan oleh daerah ini memenuhi syarat keunggulan tertentu, terutama yang mampu bersaing secara bebas.
Guna mengantisipasi berbagai hal yang telah disebutkan di atas, perlu kiranya mengetahui produk atau komoditas ekspor yang tepat dan dapat mengisi pasar global yang dimaksud. Di samping itu juga perlu sasaran pasar yang akan dituju dari komoditas apa yang mempunyai keunggulan bersaing di pasar internasional.
Pemerintah Aceh perlu memikirkan visi dan persepsi yang tepat mengenai komoditas apa yang mempunyai keunggulan bersaing yang mungkin dapat dikembangkan di masa mendatang. Suatu proyeksi perlu dilakukan terhadap komoditas ekspor di Provinsi Aceh sebagai alat penyusun strategis di dalam mengantisipasi perkembangan ekonomi global (Syechalad, 2009: 82).
Ekspor non migas Provinsi Aceh terdiri dari ekspor hasil pertanian dan industri. Perkembangan nilai ekspor selama periode 2014 s/d 2018 mengalami pertumbuhan rata-rata 50,2% pertahun sedangkan perkembangan nilai ekspor non migas tahun 2018 dibandingkan dengan tahun 2017 mengalami kenaikan 70,8%, yaitu dari US$ 146,7 juta tahun 2017 menjadi US$ 250,7 juta tahun 2018. Adapun provinsi dengan nilai ekspor non migas terbesar di Indonesia adalah sebagai berikut:
Jenis komoditas ekspor non migas terdiri dari hasil pertanian (22 jenis), hasil industri (10 jenis) dan hasil pertanian olahan (16 jenis). Berdasarkan jumlah komoditas ekspor tersebut, tidak semua komoditas memiliki daya saing kuat di pasar ekspor. Dengan munculnya gagasan AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) di tengah upaya meningkatkan keterbukaan ekonomi global lewat WTO (World Trade Organization), maka perluasan pasar dapat ditingkatkan.
Lebih-lebih lagi Provinsi Aceh sebagai salah satu wilayah ekonomi yang tercakup dalam segitiga IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle) yang seharusnya dapat memberikan kontribusi yang luas dalam peningkatan ekspor, namun hal ini belum terwujud. Dengan semakin terbukanya ekonomi dan perdagangan tersebut, seyogyanya produk komoditas yang ditawarkan oleh daerah ini memenuhi syarat keunggulan tertentu, terutama yang mampu bersaing secara bebas.
Guna mengantisipasi berbagai hal yang telah disebutkan di atas, perlu kiranya mengetahui produk atau komoditas ekspor yang tepat dan dapat mengisi pasar global yang dimaksud. Di samping itu juga perlu sasaran pasar yang akan dituju dari komoditas apa yang mempunyai keunggulan bersaing di pasar internasional.
Pemerintah Aceh perlu memikirkan visi dan persepsi yang tepat mengenai komoditas apa yang mempunyai keunggulan bersaing yang mungkin dapat dikembangkan di masa mendatang. Suatu proyeksi perlu dilakukan terhadap komoditas ekspor di Provinsi Aceh sebagai alat penyusun strategis di dalam mengantisipasi perkembangan ekonomi global (Syechalad, 2009: 82).
Ekspor non migas Provinsi Aceh terdiri dari ekspor hasil pertanian dan industri. Perkembangan nilai ekspor selama periode 2014 s/d 2018 mengalami pertumbuhan rata-rata 50,2% pertahun sedangkan perkembangan nilai ekspor non migas tahun 2018 dibandingkan dengan tahun 2017 mengalami kenaikan 70,8%, yaitu dari US$ 146,7 juta tahun 2017 menjadi US$ 250,7 juta tahun 2018. Adapun provinsi dengan nilai ekspor non migas terbesar di Indonesia adalah sebagai berikut:
Tujuh Provinsi dengan Nilai Ekspor Non Migas Terbesar di Indonesia Tahun 2014 s/d 2018 (US$ juta)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Meskipun nilai ekspor non migas daerah Serambi Mekkah (julukan Provinsi Aceh) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi kenaikan tersebut belum bisa dibanggakan sepenuhnya. Pasalnya, Aceh sendiri masih belum mampu menyandingkan dirinya dengan naman-nama yang ada di atas.
Bahkan, untuk mendekatinya saja masih belum mampu. Inilah yang perlu kita perhatikan sekarang. Memang, jumlah kenaikan tersebut patut disyukuri, apalagi jika dibandingkan dengan tahun 1998 yang pada saat itu nilai ekspor non migasnya hanya sebesar US$ 330.853.
Berdasarkan tabel di atas, provinsi dengan nilai ekspor non migas terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta dan Kepulauan Riau. Apabila disatukan menjadi satu kekuatan, di mana 34 provinsi bergabung, maka nilai ekspor non migasnya sebanyak US$ 162.840,90 juta pada tahun 2018.
Perolehan ini meningkat 6,3% dibandingkan dengan tahun 2017. Sementara persentase pertumbuhan rata-rata sepanjang periode 2014-2018 adalah sebesar 3,7%.
Apakah nilai-nilai yang dicantumkan tersebut dianggap memuaskan? Jawabannya adalah iya. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko mengatakan, "Peningkatan ekspor non migas ini berhasil meningkatkan surplus neraca perdagangan Indonesia karena ekspor non migas lebih besar daripada impor non migas."
BACA JUGA:
Peningkatan ekspor non migas terutama terjadi pada bahan bakar mineral; besi dan baja; bijih, kerak dan abu logam; serta kertas/karton. Sedangkan peningkatan impor non migas terjadi pada mesin dan peralatan listrik; mesin/pesawat mekanik; besi dan baja; serta serealia. Demikian yang disampaikan oleh Wartaekonomi.co.id.