Nilai Transaksi yang Dicatat dalam Akuntansi
Situs Ekonomi - Setelah diidentifikasikan, suatu transaksi usaha haruslah diukur. Alat pengukur transaksi yang digunakan dalam akuntansi adalah satuan uang. Oleh sebab itu, hanya transaksi-transaksi yang bernilai uang saja yang dicatat dalam akuntansi (Soemarso, 2002: 42).
Transaksi atau kejadian dalam perusahaan yang tidak dapat dinilai dengan uang tidak dicatat. Pertanyaannya yang timbul adalah: dengan nilai mana suatu transaksi dicatat? Pertanyaan ini muncul karena mungkin ada beberapa nilai uang yang dapat dihubungkan dengan suatu transaksi.
Untuk memahaminya, perhatikan contoh berikut: Anggaplah bahwa suatu perusahaan membeli satu unit komputer dengan harga Rp 250.000. Jadi, harga yang disepakati ini disebut dengan harga pertukaran. Harga itu juga merupakan nilai transaksi pembelian komputer, sehingga jumlah inilah yang dicatat dalam akuntansi.
Sebelumnya, penjual mungkin menawarkan satu unit komputer tersebut dengan harga Rp 300.000 dan pembeli mungkin pertama-tama meminta potongan harga sebesar Rp 200.000. Komputer itu sendiri mungkin dinilai seharga Rp 350.000 untuk penetapan pajak dan asuransi dengan nilai Rp 240.000.
Namun, angak-angka yang terakhir ini tidak berpengaruh terhadap catatan akuntansi karena tidak berasal dari pertukaran. Harga yang berasal dari transaksi atau harga pertukaran menentukan nilai transaksi dan merupakan jumlah yang dijadikan sebagai dasar pencatatan. Kadang harga ini disebut sebagai harga perolehan atau menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) disebut beban historis (Soemarso, 2002: 43).
Jika sehari setelah komputer tersebut terjual, dan kemudian datang orang lain yang mimintanya dengan harga Rp 400.000, maka permintaan ini merupakan petunjuk harga pasar komputer tersebut. Meskipun demikian, perusahaan tidak boleh mengubah nilai komputernya menjadi Rp 400.000.
Dengan demikian, hal ini berarti perusahaan telah mengakui laba yang belum direalisasikan. Apabila dari tawar-menawar yang kemudian disepakati harga Rp 380.000 dan komputer dijual dengan harga tersebut, maka laba yang sebesar Rp 13.000 telah betul-betul direalisasikan. Perusahaan selanjutnya mencatat nilai komputer dengan harga pertukaran yang terjadi sebesar Rp 380.000.
BACA JUGA:
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, kita telah mengetahui bahwa dalam suatu transaksi, baik pembeli maupun penjual, mereka akan berusaha untuk mendapatkan harga yang paling menguntungkan. Namun, hanya harga yang telah disetujui bersama yang menjadi dasar objektif untuk tujuan akuntansi.
Hal ini sesuai dengan penjelasan kegiatan pembagian laba, di mana transaksi adalah sesuatu yang telah diselesaikan. Apabila nilai ini yang dicantumkan untuk suatu aktiva diubah-ubah hanya didasarkan oleh permintaan konsumen dan suatu pendapat, maka laporan akuntansi akan menjadi berubah-ubah pula, sehingga tidak dapat dipercaya dan tidak berguna lagi.
Transaksi atau kejadian dalam perusahaan yang tidak dapat dinilai dengan uang tidak dicatat. Pertanyaannya yang timbul adalah: dengan nilai mana suatu transaksi dicatat? Pertanyaan ini muncul karena mungkin ada beberapa nilai uang yang dapat dihubungkan dengan suatu transaksi.
Untuk memahaminya, perhatikan contoh berikut: Anggaplah bahwa suatu perusahaan membeli satu unit komputer dengan harga Rp 250.000. Jadi, harga yang disepakati ini disebut dengan harga pertukaran. Harga itu juga merupakan nilai transaksi pembelian komputer, sehingga jumlah inilah yang dicatat dalam akuntansi.
Sebelumnya, penjual mungkin menawarkan satu unit komputer tersebut dengan harga Rp 300.000 dan pembeli mungkin pertama-tama meminta potongan harga sebesar Rp 200.000. Komputer itu sendiri mungkin dinilai seharga Rp 350.000 untuk penetapan pajak dan asuransi dengan nilai Rp 240.000.
Namun, angak-angka yang terakhir ini tidak berpengaruh terhadap catatan akuntansi karena tidak berasal dari pertukaran. Harga yang berasal dari transaksi atau harga pertukaran menentukan nilai transaksi dan merupakan jumlah yang dijadikan sebagai dasar pencatatan. Kadang harga ini disebut sebagai harga perolehan atau menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) disebut beban historis (Soemarso, 2002: 43).
Jika sehari setelah komputer tersebut terjual, dan kemudian datang orang lain yang mimintanya dengan harga Rp 400.000, maka permintaan ini merupakan petunjuk harga pasar komputer tersebut. Meskipun demikian, perusahaan tidak boleh mengubah nilai komputernya menjadi Rp 400.000.
Dengan demikian, hal ini berarti perusahaan telah mengakui laba yang belum direalisasikan. Apabila dari tawar-menawar yang kemudian disepakati harga Rp 380.000 dan komputer dijual dengan harga tersebut, maka laba yang sebesar Rp 13.000 telah betul-betul direalisasikan. Perusahaan selanjutnya mencatat nilai komputer dengan harga pertukaran yang terjadi sebesar Rp 380.000.
BACA JUGA:
- Perkembangan Profesi Akuntansi
- Akuntansi sebagai Suatu Sistem Informasi
- Kegunaan Informasi Akuntansi
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, kita telah mengetahui bahwa dalam suatu transaksi, baik pembeli maupun penjual, mereka akan berusaha untuk mendapatkan harga yang paling menguntungkan. Namun, hanya harga yang telah disetujui bersama yang menjadi dasar objektif untuk tujuan akuntansi.
Hal ini sesuai dengan penjelasan kegiatan pembagian laba, di mana transaksi adalah sesuatu yang telah diselesaikan. Apabila nilai ini yang dicantumkan untuk suatu aktiva diubah-ubah hanya didasarkan oleh permintaan konsumen dan suatu pendapat, maka laporan akuntansi akan menjadi berubah-ubah pula, sehingga tidak dapat dipercaya dan tidak berguna lagi.