Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Internalisasi Budaya Perusahaan

Internalisasi Budaya Perusahaan

Situsekonomi.com - Tahapan yang tidak kalah penting adalah internalisasi budaya perusahaan ke dalam individu yang bergabung di perusahaan tersebut. Internalisasi budaya adalah proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang bersangkutan (Sunyoto, 100: 2016).

Jika sosialisasi lebih ke samping (horizontal) dan lebih kuantitatif maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan kualitatif (Ndraha, 1997). Penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-metodik pendidikan dan pengajaran, seperti pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya.

Budaya akan semakin terbentuk dengan baik manakala nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas (Robbins, 1996). Makin banyak anggota yang menerima nilai inti, dan makin besar komitmen mereka pada nilai itu, makin kuatlah budaya tersebut.

Budaya perusahaan dapat membantu perusahaan meraih sukses yang diinginkannya. Untuk dapat memanfaatkan budaya perusahaan dengan maksimal, perusahaan perlu menanamkan nilai yang sama pada setiap karyawannya.

Kebersamaan dalam menganut budaya atau nilai yang sama menciptakan rasa kesatuan dan percaya dari masing-masing karyawan. Bila hal itu telah terjadi maka akan tercipta lingkungan kerja yang baik dan sehat.

Lingkungan seperti itu dapat membangun kreativitas dan komitmen yang tinggi dari para karyawan sehingga pada akhirnya mereka mampu memperbaiki kinerja serta mengakomodasi berbagai perubahan dalam perusahaan ke arah yang positif. Adapun proses penting yang memengaruhi budaya di dalam suatu perusahaan atau organisasi, (Gea, 2005) adalah:

1. Peran Penting Pendiri

Pendiri memiliki peran yang sangat besar bagi awal terbentuknya budaya organisasi karena visi dan misi organisasi yang bersangkutan tidak terlepas pada bagaimana nilai pendiri tersebut. Pada akhirnya, nilai tersebut harus diaktualisasikan dan menjadi napas bagi organisasi yang ada. Jadi, awalnya dimulai oleh the founder:
  • Pendiri harus menjadi a man of vision; one whose horizon is not this year; next year, but rather 5, 10, 20, or even 100 years in the future;
  • Pendiri tahu sasaran apa yang mau dicapai dan sangat yakin bahwa dia tahu jalan/cara yang terbaik untuk mencapainya. Dari pengalaman masa lalunya, dia membangun rentetan nilai di atas mana filosofi usaha/kerjanya diletakkan;
  • Pendiri juga mengomunikasikan hal itu kepada orang-orangnya, terutama dengan cara teach by example, melalui tanggapannya terhadap situasi, melalui perilaku hidupnya dan tindakan pribadinya;
  • Pendiri menjadi embodiment of values and beliefs terhadap para anggotanya. Untuk dapat lebih efektif diterima dan dibatinkan oleh seluruh anggota (meresap di dalam pikiran, perasaan, dan perilaku kelompok), the founder/leader harus punya kharisma. Dan secara eksplisit hal itu dilembagakan melalui program orientasi, khususnya bagi para anggota baru.

Jadi, pada saat pertama kali budaya suatu organisasi atau perusahaan diturunkan dari filsafat pendirinya, selanjutnya budaya memengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawan. Kemudian, tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik oleh semua anggota yang terlibat dalam perusahaan itu. Bagaimana karyawan harus menginternalisasikan budaya organisasinya akan tergantung juga pada tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai karyawan baru dengan nilai organisasi (Putri, 102: 2016).

2. Budaya Kuat/Dominan

Budaya yang kuat (strong culture) adalah budaya organisasi ideal yang mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku karyawan, yakni mampu memengaruhi intensitas perilaku. Hal itu dapat dibandingkan juga dengan rumusan lain yang mengatakan "A strong culture is characterized by the organization's core values being intensely held, clearly ordered, and widely shared" (Ndraha, 1997).

Dengan kata lain, budaya organisasi yang kuat adalah budaya yang dipegang semakin intensif, semakin mendasar dan kukuh, semakin luas dianut, dan semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan. Semakin kuat suatu budaya, akan semakin kuat pengaruhnya terhadap lingkungan, termasuk pada perilaku manusia.

Budaya dominan merupakan keyakinan dasar yang melandasi dan mengarahkan segala keputusan penting kelompok atau organisasi. Intinya (core culture) menjadi pola perilaku bersama dari sebagian besar anggota kelompok.

Jika organisasi tidak mempunyai budaya dominan dan hanya tersusun dari sangat banyak anak budaya, nilai budaya organisasi sebagai suatu variabel independen akan sangat berkurang, karena tidak akan ada penafsiran yang seragam atas apa yang menggambarkan perilaku yang tepat dan tidak tepat. Dengan aspek kebersamaan akan menjadikan budaya sebagai perangkat yang ampuh untuk memandu dan membentuk perilaku itu.

BACA JUGA:
Kesimpulan

Kotter dan Heskett menarik simpulan bahwa hanya budaya organisasi yang hanya mendukung organisasi untuk mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkunganlah yang dapat menunjukkan kinerja yang tinggi (Ndraha, 1997). Suatu budaya dominan mengungkapkan nilai inti yang dianut bersama oleh mayoritas anggota organisasi itu. Jadi, budaya suatu organisasi dikatakan sebagai budaya dominan karena memberi kepada organisasi itu kepribadian yang jelas berbeda dari organisasi lainnya.
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.