Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Definisi Produksi Menurut Para Ahli

Definisi Produksi Menurut Para Ahli

Kata produksi telah menjadi kata Indonesia setelah diserap ke dalam pemikiran ekonomi bersamaan dengan kata distribusi dan konsumsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, produksi diartikan sebagai proses mengeluarkan hasil atau penghasilan.

Dalam kamus Inggris-Indonesia oleh Jhon M. Echols dan Hasan Sadily, kata 'production" secara linguistik mengandung arti penghasilan. Teori produksi ditujukan untuk memberikan pemahaman tentang perilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya (Adiwarman, 2007).

Tri Pracoyo dan Antyo Pracoyo (2006) mendefinisikan produksi sebagai suatu proses mengubah kombinasi berbagai input menjadi output. Pengertian produksi tidak hanya terbatas pada proses pembuatan saja, tetapi juga sebagai penyimpanan, distribusi, pengangkutan, hingga pemasarannya.

Istilah produksi berlaku untuk barang atau jasa. Setiap produsen yang melakukan kegiatan produksi diasumsikan dengan tujuan memaksimumkan keuntungan. Masalah pokok yang dihadapi oleh produsen adalah berapa output yang harus diproduksi (ADESy, 2016).

Jadi, produksi merupakan suatu proses mengubah kombinasi input menjadi output yang menitikberatkan pada pencapaian maksimum keuntungan. Produksi bukan berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada karena tidak seorang pun yang mampu menciptakan benda.


Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan. Secara konvensional, produksi diartikan sebagai proses menghasilkan atau menambah nilai guna pada suatu barang atau jasa.

Terminologi produksi tidak ditemukan pada nash-nash, baik Al-Qur'an maupun hadis. Namun, ada dua terminologi yang bisa dipakai dalam menjelaskan makna produksi yaitu "al-kasab" atau "al-intaj" (Abidin, 2008).

Kata kasab banyak ditemukan dalam ayat Al-Qur'an dan hadis. Contohnya adalah firman Allah tentang kewajiban mengeluarkan zakat dari usaha yang baik (QS Al-Baqarah [2]: 267) dan hadis yang mengatakan sesungguhnya Nabi Daud alaihisalam makan dari hasil usahanya sendiri (HR Bukhari).

Kasab merupakan isim masdar dari kasaba-yuksibu-kasban yang berarti berusaha, bekerja, mencari nafkah, memperoleh, dan lain sebagainya. Kasab juga diartikan bisnis yang dengan segala bentuknya telah terjadi dan menyelimuti aktivitas manusia setiap harinya.

Sejak bangun tidur sampai tidur lagi, manusia tidak terlepas dari cakupan bisnis. Mulai dari tempat tinggal (rumah seisinya), segala pakaian, beraneka ragam makanan, mobil, tempat bekerja, dan sebagainya merupakan hasil dari proses bisnis.


Intinya, segala apa yang ada dan dimiliki serta dilakukan oleh manusia tidak lepas dari hasil produk bisnis. Menurut Al-Syaibani, usaha produktif (al-iktisab) adalah usaha untuk menghasilkan harta melalui cara-cara yang diperbolehkan atau dihalalkan oleh syariat.

Secara tidak langsung, pengertian tersebut telah memberikan batasan antara teori produksi islami dan teori produksi konvensional yang bebas dari nilai dan norma. Dalam ekonomi Islam, nilai merupakan kunci yang tidak bisa ditawar-tawar karena Islam itu sendiri merupakan sumber nilai.

Jadi, nilai syariat Islamlah yang menjadi roh dalam epistemologi ilmu ekonomi Islam. Produksi suatu barang atau jasa dilakukan karena barang atau jasa itu mempunyai utilitas (nilai guna). Islam memandang suatu barang atau jasa mempunyai nilai guna jika mengandung kemaslahatan.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Asy-Syatibi, kemaslahatan hanya dicapai dengan memelihara lima unsur pokok kehidupan yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dengan begitu, seorang Muslim termotivasi untuk memproduksi setiap barang atau jasa yang memiliki maslahat.

Konsep maslahat merupakan konsep yang objektif terhadap perilaku produsen karena ditentukan oleh tujuan (maqashid) syariah, yaitu menjaga kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, produksi secara islami memiliki definisi yang berbeda dengan produksi secara konvensional.


Produksi secara islami menekankan pada pengoptimalan efisiensi dan keuntungan. Jelaslah bahwa produksi secara islami tidak hanya mencari keuntungan semata (profit oriented), melainkan juga kepada ibadah oriented sehingga akan menekankan etika apapun barang yang diproduksi.

Demikianlah pembahasan tentang definisi produksi menurut para ahli. Jadi, perbedaan antara produksi konvensional dan produksi islami adalah pada produksi konvensional keuntungan merupakan hal yang utama, sedangkan pada produksi islami lebih mengacu pada kemaslahatan umat.
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.