Analisis Rasio Likuiditas

Sementara perusahaan yang berada dalam keadaan tidak mempunyai kemampuan membayar utang jangka pendek disebut illikuid. Suatu perusahaan dikatakan mempunyai posisi keuangan yang kuat jika mampu (Sunyoto, 2014):
- Memenuhi kewajiban-kewajibannya tepat pada waktunya yaitu pada waktu ditagih atau kewajiban keuangan terhadap pihak ekstern.
- Memelihara modal kerja yang cukup untuk operasi yang normal atau kewajiban keuangan terhadap pihak intern.
- Membayar bunga dan dividen yang dibutuhkan.
- Memelihara tingkat kredit yang menguntungkan.
Untuk menilai likuiditas, berikut ini penerapan rasio yang digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan data keuangan, yaitu:
1. Current Ratio
Current ratio merupakan alat untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya. Rasio ini dapat ditentukan dengan membandingkan aktiva lancar dengan utang lancar atau dengan rumus:

Apabila tingkat current ratio tinggi menunjukkan jaminan lebih baik atas utang jangka pendek, tetapi apabila terlalu tinggi berakibat pada modal kerja yang tidak efisien. Pedoman atau standar umum yang digunakan untuk current ratio adalah 2 : 1 atau 30% jika current ratio sama atau lebih dari standar tersebut dapat dikatakan likuid, dan sebaliknya bila lebih kecil dari 200% dinilai illikuid. Contoh neraca sederhana:
Aktiva Lancar | Jumlah (Rp) | Utang Lancar | Jumlah (Rp) |
Kas Piutang dagang Piutang wesel Persediaan Persekot biaya |
5.000.000 12.500.000 10.000.000 25.000.000 7.500.000 |
Utang dagang Utang wesel Utang pajak Utang gaji |
12.500.000 10.000.000 5.000.000 2.500.000 |
Jumlah | 60.000.000 | Jumlah | 30.000.000 |
Perhitungan current ratio sebagai berikut:

Berarti, analisisnya adalah setiap Rp1 utang lancar akan dijamin dengan Rp2 aktiva lancar atau Rp2 modal kerja. Jika rekening piutang dagang dan utang wesel dihapus, maka jumlah aktiva lancar menjadi Rp47.500.000, dan utang lancar menjadi sebesar Rp20.000.000. Maka, besar current ratio menjadi sebagai berikut:

Berarti, perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar menjadi 237,5% : 100% atau 2,375 : 1 sehingga 37,5% lebih besar daripada current ratio sebelum ada perubahan atau penghapusan piutang dagang dan utang wesel.
2. Cash Ratio
Cash ratio merupakan alat untuk mengukur likuiditas dengan membandingkan antara jumlah kas dan utang lancar dengan rumus sebagai berikut:

Adapun standar yang digunakan yaitu 10 - 20%. Bila suatu perusahaan mempunyai rasio kurang dari standar tersebut dikatakan illikuid, sedangkan di atasnya atau di antara standar tersebut dikatakan likuid. Berdasarkan neraca sederhana di atas dapat dihitung cash ratio sebagai berikut:

Jadi, besarnya cash ratio yaitu 16,67% sehingga masih berada pada ukuran standar antara 10% s/d 20%. Hal ini menunjukkan bahwa posisi keuangan perusahaan dikatakan likuid.
3. Quick Ratio
Quick ratio disebut juga acid test ratio. Ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid. Quick ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar. Atau rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk direalisir menjadi uang kas dan menganggap bahwa piutang segera dapat direalisir sebagai uang kas, walaupun kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid daripada piutang.
Oleh karena itu, ada penganalisis yang mengeluarkan keduanya, yaitu piutang dan persediaan dalam menghitung rasio, sehingga rasionya antara kas dan efek (surat berharga) yang segera dapat direalisir jika diperlukan dengan total utang jangka pendek. Namun, secara definitif di atas, quick ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:

Semakin tinggi quick ratio semakin besar kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban atau semakin likuid keadaan perusahaan, namun semakin kecil hasil quick ratio semakin illikuid keadaan perusahaan. Standar umum yang digunakan adalah 1 : 1 atau 100%.
Berdasarkan contoh neraca sederhana di atas, maka quick ratio dapat dihitung sebagai berikut:

Dari perhitungan di atas, besar quick ratio adalah 116,67% berarti keadaan perusahaan semakin memenuhi kewajibannya atau semakin likuid karena besar utang Rp1 akan dijamin dengan Rp1,1667 aktiva lancar tanpa melibatkan persediaan.
4. Working Capital to Total Assets Ratio
Working capital to total assets ratio menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban utang lancarnya dari total aktiva dan posisi modal kerja. Working capital to total assets ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dikurangi utang lancar dengan jumlah aktiva.

Contoh neraca sederhana:
Aktiva Lancar | Jumlah (Rp) | Utang Lancar | Jumlah (Rp) |
Kas Piutang dagang Piutang wesel Persediaan Persekot biaya |
5.000.000 12.500.000 10.000.000 25.000.000 7.500.000 |
Utang dagang Utang wesel Utang pajak Utang gaji |
12.500.000 10.000.000 5.000.000 2.500.000 |
Jumlah | 60.000.000 | Jumlah | 30.000.000 |
Aktiva tetap | 20.000.000 | Modal | 50.000.000 |
Total aktiva | 80.000.000 | Total pasiva | 80.000.000 |
Berdasarkan contoh neraca di atas dapat dihitung working capital to total assets ratio sebagai berikut:

Berarti, kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban utang lancarnya dari total aktiva dan posisi modal kerja adalah sebesar 37,5%.
5. Perputaran Piutang
Piutang yang dimiliki oleh perusahaan mempunyai hubungan erat dengan volume penjualan kredit. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut (turnover receivable), yaitu dengan membagi total penjualan kredit (netto) dengan piutang rata-rata.
Rata-rata piutang kalau memungkinkan dapat dihitung secara bulanan, yaitu saldo setiap akhir bulan dibagi tiga belas atau tahunan, yaitu saldo awal tahun ditambah saldo akhir bulan dibagi dua. Penurunan rasio penjualan kredit dengan rata-rata piutang dapat disebabkan oleh faktor sebagai berikut:
- Turunnya penjualan dan naiknya piutang.
- Turunnya piutang dan diikuti turunnya penjualan dalam jumlah lebih besar.
- Naiknya penjualan diikuti naiknya piutang dalam jumlah yang lebih besar.
- Turunnya penjualan dengan piutang yang tetap.
- Naiknya piutang sedangkan penjualan tidak berubah.
Semakin tinggi rasio (turnover) menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisis lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit. Peputaran piutang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Contoh:
Keterangan | Jumlah (Rp) |
Penjualan kredit (neto) Piutang: *Awal tahun *Akhir tahun Rata-rata piutang |
20.000.000 750.000 450.000 600.000 |
Berdasarkan contoh di atas dapat dihitung perputaran piutang untuk periode waktu tertentu sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan perputaran piutang sebesar 10,8 menunjukkan bahwa penagihan piutang kira-kira 10,8 kali dalam satu tahun. Untuk menilai rasio ini baik atau tidak, apakah terlalu rendah atau terlalu tinggi, dapat dibandingkan dengan rasio pembanding pada periode yang lainnya.
Perputaran piutang sebanyak 10,8 kali jika ditanyakan dalam persentase adalah 1080% yang berarti bahwa penjualan kredit periode tersebut yaitu 1080% dari saldo piutang akhir periode (piutang rata-rata). Jika persentase ini dibandingkan dengan standar rasio yang merupakan rata-rata industri, misalnya 200% maka 1080% adalah terlalu tinggi. Di samping itu, rasio 1080% menunjukkan bahwa setiap Rp10,8 dari penjualan kredit, sebesar Rp1 belum dapat ditagih sampai akhir periode.
6. Perputaran Persediaan
Dalam mengevaluasi posisi persediaan, maka prosedur yang sama seperti dalam mengevaluasi piutang dapat digunakan yaitu dengan menghitung tingkat perputaran dari persediaan. Perputaran persediaan merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan.
Tingkat perputaran persediaan mengukur perusahaan dalam memutarkan barang dagangannya dan menunjukkan hubungan antara barang yang diperlukan untuk menunjang atau mengimbangi tingkat penjualan yang ditentukan. Perhitungan tingkat perputaran persediaan ini tidak hanya untuk barang dagangannya saja, namun dapat juga diterapkan dalam persediaan bahan mentah dan persediaan barang dalam proses.
Jika data harga pokok penjualan tidak diperoleh maka perputaran persediaan dapat dihitung dari penjualan. Untuk perusahaan yang kegiatannya tidak hanya membeli dan menjual barang dagangan melainkan juga memproduksi barang maka perusahaan ini pada akhir tahun akan mempunyai persediaan bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi. Terhadap persediaan-persediaan ini juga dapat dianalisis dengan prosedur yang sama dengan persediaan barang dagangan (Munawir, 1988).
Perputaran persediaan dirumuskan sebagai berikut:

Contoh:
Keterangan | Jumlah (Rp) |
Harga pokok barang yang telah dijual Persediaan barang dagangan: *Awal tahun *Akhir tahun Rata-rata persediaan barang dagangan |
2.000.000 250.000 340.000 295.000 |
Berdasarkan contoh di atas dapat dihitung perputaran persediaan untuk periode waktu tertentu sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan perputaran persediaan sebesar 6,78 menunjukkan bahwa tingkat perputaran persediaan barang dagangan dalam suatu periode atau satu tahun sebanyak 6,78 kali. Untuk perusahaan yang kegiatannya tidak hanya membeli dan menjual barang dagangan melainkan juga memproduksi barang, maka perusahaan ini pada akhir tahun akan mempunyai persediaan bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi.
Persediaan-persediaan ini dapat dianalisis dengan prosedur yang sama dengan persediaan barang dagangan. Untuk tingkat perputaran persediaan bahan mentah, dapat ditentukan dengan membagi jumlah bahan mentah yang digunakan selama periode itu dengan rata-rata persediaan bahan mentah yang bersangkutan.
Contoh:
Keterangan | Jumlah (Rp) |
Jumlah penggunaan bahan mentah Persediaan bahan mentah: *Awal tahun *Akhir tahun Rata-rata persediaan |
2.000.000 500.000 600.000 550.000 |
Berdasarkan contoh di atas dapat dihitung perputaran persediaan bahan mentah sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan perputaran persediaan bahan mentah sebesar 3,636 menunjukkan bahwa tingkat perputaran persediaan bahan mentah dalam satu periode atau satu tahun sebanyak 3,636 kali. Jika perusahaan tidak menyelenggarakan proses administrasi persediaan dengan baik, maka jumlah bahan mentah yang telah digunakan dapat ditentukan dengan cara lain, yaitu sebagai berikut:

Contoh di atas menunjukkan bahwa rata-rata persediaan bahan mentah sama dengan perhitungan di atas, yaitu Rp550.000 karena nilai persediaan awal sebesar Rp500.000 dan nilai persediaan akhir sebesar Rp600.000. Dengan demikian, tingkat perputaran persediaan bahan mentah sebanyak 3,636 kali dalam satu tahun atau satu periode. Jika tingkat perputaran persediaan bahan mentah dihitung dalam hari, maka hasilnya sebagai berikut:

Untuk tingkat perputaran persediaan barang dalam proses dapat dihitung dengan cara membagi total biaya produksi selama satu periode (tahun) dengan rata-rata persediaan barang dalam proses (Munawir, 1988). Perhitungan perputaran barang dalam proses dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
Biaya Produksi:

Rata-rata Persediaan Barang dalam Proses:

Untuk perputaran barang jadi dapat dihitung dengan cara yang sama dengan perputaran persediaan barang dagangan dengan melibatkan harga pokok penjualan dan rata-rata persediaan barang jadi.
Contoh:
Harga Pokok Penjualan (HPP):

Rata-rata Persediaan Barang Jadi:

Penutup
Demikianlah pembahasan tentang analisis rasio likuiditas. Nah, sekarang kita telah mengetahui bagaimana cara menghitung rasio likuiditas dengan menggunakan rumus. Untuk mengetahui nilai akhir dari perhitungan tersebut, pastinya perusahaan membutuhkan proses pencatatan akuntansi yang cermat dan tepat.