Inilah Alasan Mengapa Negara Terbelakang Memerlukan Sistem Land Reform
Pada umumnya, produktivitas per orang yang bekerja di sektor pertanian sangatlah rendah, terkhusus di negara-negara terbelakang atau negara sedang berkembang. Padahal, sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor ini (Irawan, 2002).
Rendahnya produktivitas tidak hanya disebabkan oleh kapital yang rendah dan alat-alat produksi yang masih bersifat primitif, tetapi juga karena sistem yang digunakan banyak menimbulkan kerugian. Sistem yang digunakan adalah sewa tanah secara tradisional (feodal).
Sistem ini masih dijalankan di kawasan Kalimantan dan Sumatera. Sistem tersebut menggambarkan bahwa penyewa tanah tidak punya dorongan untuk menjaga kesuburan tanah, meskipun mereka tahu bagaimana cara mengerjakannya (Suparmoko, 2002).
Setiap kenaikan produksi hanya akan menguntungkan tuan tanah sehingga sebaik apa pun kinerja para petani tetap saja hidupnya melarat. Menjaga kelayakan hidup para petani merupakan hal yang penting agar mereka bisa bekerja secara maksimal.
Kerugian lainnya yang diakibatkan oleh sistem tersebut adalah adanya shifting cultivation (perladangan berpindah-pindah). Shifting cultivation yaitu penebangan pohon secara terus-menerus dan tanah hasil tebangannya dibiarkan begitu saja hingga menjadi semak-semak.
Lalu, di atas tanah yang semak-semak itu ditanami pohon yang baru sehingga sangat rentan terjadinya erosi tanah. Itulah yang terjadi di daerah Kalimantan dan Sumatera. Oleh karena itu, bagi negara terbelakang sangat memerlukan land reform, baik secara ekonomi maupun sosial.
Di India, land reform telah berhasil mengatasi kesulitan dalam menaikkan produksi pertanian karena mampu menghilangkan ketidakadilan di dalam sistem pertanian. Tidak hanya India, di Mesir juga telah membuktikan bahwa sistem tersebut mampu menjadikan para petani bekerja lebih efisien.
Berbagai Insentif sudah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia, hanya land reform yang belum dilaksanakan. Sederhananya, land reform adalah pembagian hak milik tanah luas di antara para petani tanpa adanya kompensasi bagi pemilik yang lama.