Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kasus untuk Analisis Kritis: Starbucks Coffee

Situs Ekonomi - Mengawali dengan sembilan kedai di Seattle di tahun 1987, CEO Starbucks, Howard Schultz telah mengekspor perusahaan kafe penuh gaya ini ke seluruh dunia. Layanan harus mencakup kecepatan, dan harga secangkir kopi akan membuat penggemar Dunkin Donuts pingsan, namun jutaan orang setiap minggunya di kota-kota mulai dari Atlanta hingga Tokyo datang ke Starbucks untuk minum cappuccino dan double latte.

Starbucks Coffee

Starbucks mengejar ekspansi besar-besaran di kampung halamannya sendiri dan di luar negeri. Saat ini, Starbucks tampil melalui 4.600 kedai di seluruh dunia, dan Schultz tidak berencana melambatkan pertumbuhannya.

Starbucks telah terbukti sangat populer di Jepang, di mana penjualan tiap kedai dua kali lipat lebih tinggi daripada di AS, dan perusahaan baru saja membuka kedainya yang ke 300, dengan rencana penambahan hampir 200 kedai lagi dalam waktu tiga tahun ke depan. Perusahaan pindah ke Cina pada tahun 1999 dan saat ini telah memiliki 35 kedai, terutama di Beijing dan Shanghai.

Usaha bersama dengan department store terbesar dari Jerman, KarstadtQuelle, membantu Starbucks menguasai Jerman. Enam kedai mereka di Swiss saat ini, dan juga rencana membuka sebuah kedai di Vienna di akhir tahun 2001, adalah bagian dari rencana jangka panjang untuk membuka setidaknya 650 kedai di daratan Eropa pada akhir tahun 2003.

Sedangkan di Kanada, Starbucks menggandeng mitra kerja Interaction Restaurants, yang diharapkan dapat beroperasi dari 50 hingga 70 Starbucks di Quebec dalam waktu lima tahun. Strategi Starbucks telah lama dikritik karena risikonya, namun tidak terbantahkan keberhasilannya. Banyak analis berpendapat bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kekuatan manajemen untuk terus bertumbuh.

Hal itu tidak lepas dari banyaknya manajer Starbucks yang memiliki pengalaman bertahun-tahun dari perusahaan seperti Burger King, Taco Bell, Wendy's, dan Blockbuster. Schultz percaya bahwa eksekutif yang baik harus "merekrut orang yang lebih pintar dari Anda dan jangan halangi jalannya."

Sama pentingnya dalam menunjang keberhasilan Starbucks yaitu "baristas", atau karyawan yang ahli dalam menyiapkan minuman kopi. Starbucks merekrut karyawannya dari berbagai universitas dan kelompok masyarakat, dan memberikan mereka pelatihan 24 jam untuk membuat kopi dan merangsang pengetahuan mereka terkait layanan kualitas modern.

Ketika konsumen datang ke Starbucks, mereka tidak hanya membeli secangkir kopi, namun juga pengalaman. Di sebuah kedai baru di Beijing, contohnya, konsumen mengantri tiap hari untuk menunggu barista membagikan minuman kopi Jawa dari "Mesin Mercury" yang diikatkan di punggungnya.

Starbucks juga menekankan pentingnya mendengarkan konsumen dan memberikan apa yang mereka inginkan. Salah satu alasan perusahaan menyetujui kerja sama dengan Interaction guna membuka kedai di Quebec adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, khususnya di Montreal, yang sudah memiliki budaya kopi yang kuat dan kompetitor lokal yang besar.

Jaringan komputer menghubungkan kerajaan Starbucks, dan Schultz merekrut spesialis teknologi informasi ternama dari McDonald's untuk mendesain sistem poin-penjualan agar manajer dapat mencatat penjualan. Setiap malam, komputer dari kedai di seluruh dunia mengirimkan informasi ke kantor pusat di Seattle, sehingga para eksekutif dapat memperhatikan tren pembelian.

BACA JUGA:

Penjualan melalui kedai yang sama dari Starbucks di tengah tahun 2001 telah menjadi yang terendah di tahun 1998, dan perekonomian yang menurun setelah serangan teroris 11 September 2001 memukul penjualan lebih besar lagi. Namun, hal ini tidak menguatirkan Schultz dan manajer tingkat atas lainnya. Bagi mereka, menemukan tantangan seperti itu hanyalah bagian dari pekerjaan.

Sumber: Berdasarkan pada Dori Jones Yang, "The Starbucks Enterprise Shifts into Warp Speed," BusinessWeek (24 Oktober 1994), 76; Michael Treacy, "You Need a Value Discipline -- But Which One?" Fortune (17 April 1995), 195; Nelson D. Schwartz, "Still Perking After All These Years," Fortune (24 Mei 1999); Ken Belson, "As Starbucks Grows, Japan, Too, Is Awash," The New York Times (21 Oktober 2001), C3; "Business: Coffee with Your Tea? Starbucks in China," The Economist (6 Oktober 2001), 62; "Starbucks in Joint Venture with German Riteler," The New York Times (5 Oktober 2001), C3; dan Zena Olijnyk, "Latte, S'il Vous Plait?" Canadian Business, (3 September 2001), 50-52.
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.