Harga Pokok Penjualan Berdasarkan Metode LIFO dan Metode Rata-rata
Situs Ekonomi - Dalam sistem saldo permanen, harga pokok penjualan dihitung setiap terjadi penjualan. Sementara itu, dalam sistem periodik harga pokok penjualan dihitung secara periodik setelah diadakan perhitungan secara fisik terhadap persediaan barang dagang yang ada (Soemarso, 2002: 410).
Dengan demikian, dalam sistem periodik harga pokok penjualan hanya dapat diketahui secara periodik setelah diadakan perhitungan secara fisik terhadap persediaan barang yang ada. Adapun dalam saldo permanen, harga pokok penjualan dapat diketahui setiap waktu, sehingga tidak diperlukan perhitungan secara fisik terlebih dahulu.
Kendatipun demikian, untuk menghasilkan sistem yang baik, selalu dianjurkan agar perhitungan fisik secara berkala tetap dilakukan, paling tidak sekali dalam setahun. Hasil perhitungan fisik dibandingkan dengan kuantitas barang yang ada menurut kartu stok.
Pastinya terdapat beberapa perbedaan, setiap perbedaan yang ada perlu dicari sebab-sebabnya. Apabila memang terjadi perbedaan, kartu stok harus disesuaikan dengan hasil perhitungan secara fisik.
Metode LIFO
Pencatatan dalam kartu stok dengan metode LIFO dapat dilihat pada tabel di atas. Agar dapat diperbandingkan, contoh yang diambil adalah barang A dengan transaksi-transaksi yang sama dengan yang digunakan pada metode FIFO.
Saldo barang A pada tanggal 1 Januari 2019 terdiri dari 500 unit dengan harga pokok Rp62 per unit (total Rp31.000). Kemudian, pada tanggal 14 Januari 2019 terjadi pembelian sebanyak 1.000 unit dengan harga pokok Rp50 per unit. Akibat dari pembelian ini, saldo persediaan menjadi 1.500 unit dengan rincian sebagai berikut:
Pada tanggal 15 Januari 2019 terjadi penjualan sebanyak 1.200 unit. Dengan metode LIFO, harga pokok untuk penjualan ini dihitung sebagai berikut:
Saldo persediaan barang A setelah penjualan tersebut terdiri dari 300 unit dengan harga pokok Rp62 per unit (total Rp18.600). Ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat pengurangan persediaan tersebut adalah sebagai berikut:
Bandingkan harga pokok penjualan di atas dengan yang diperoleh jika menggunakan metode FIFO. Penetapan harga pokok untuk penjualan pada tanggal 25 Januari 2019 (500 unit) dan 30 Januari (300 unit) dapat dilakukan dengan cara yang sama (Soemarso, 2002: 413).
Metode Rata-rata
Jika kita menggunakan metode rata-rata, maka hasilnya akan keluar seperti apa yang diilustrasikan pada tabel di atas. Sama dengan contoh sebelumnya, di mana saldo persediaan pada tanggal 1 Januari 2019 terdiri dari 500 unit dengan harga pokok Rp62 per unit.
Akibat pembelian yang dilakukan pada tanggal 14 Januari 2019 sebanyak 1.000 unit dengan harga pokok Rp50 per unit, maka saldo akhir persediaan menjadi 1.500 unit. Saldo akhir ini dinilai dengan harga pokok rata-rata yang dihitung sebagai berikut:
Jadi, saldo persediaan pada tanggal 14 Januari 2019 adalah 1.500 unit dengan harga pokok rata-rata sebesar Rp54 per unit, sehingga menghasilkan nilai total sejumlah Rp81.000. Berikutnya, pada tanggal 15 Januari 2019 terjadi penjualan sebanyak 1.200 unit.
Harga pokok untuk penjualan tersebut adalah 1.200 x Rp54 = Rp64.800. Oleh karena itu, ayat jurnal yang perlu dibuat adalah:
Setelah penjualan terjadi, maka saldo persediaan tinggal 300 unit dengan harga pokok rata-rata sebanyak Rp54 per unit dan menghasilkan nilai total sebesar Rp16.200. Selanjutnya, pada saat pembelian dilakukan pada tanggal 21 Januari 2019 (sebanyak 500 unit dengan harga pokok Rp42 per unit) harga pokok rata-ratanya harus dicari kembali.
Harga pokok rata-rata setelah pembelian ini diperoleh sebesar Rp47 per unit. Harga pokok rata-rata ini digunakan untuk menilai saldo persediaan sebanyak 800 unit (total Rp37.200).
Harga pokok rata-rata tersebut juga digunkaan untuk menilai persediaan yang dijual pada tanggal 25 Januari 2019 sebanyak 500 unit. Cara perhitungan ini dilakukan terus-menerus untuk beberapa transaksi berikutnya (Soemarso, 2002: 414).
Dengan demikian, dalam sistem periodik harga pokok penjualan hanya dapat diketahui secara periodik setelah diadakan perhitungan secara fisik terhadap persediaan barang yang ada. Adapun dalam saldo permanen, harga pokok penjualan dapat diketahui setiap waktu, sehingga tidak diperlukan perhitungan secara fisik terlebih dahulu.
Kendatipun demikian, untuk menghasilkan sistem yang baik, selalu dianjurkan agar perhitungan fisik secara berkala tetap dilakukan, paling tidak sekali dalam setahun. Hasil perhitungan fisik dibandingkan dengan kuantitas barang yang ada menurut kartu stok.
Pastinya terdapat beberapa perbedaan, setiap perbedaan yang ada perlu dicari sebab-sebabnya. Apabila memang terjadi perbedaan, kartu stok harus disesuaikan dengan hasil perhitungan secara fisik.
Metode LIFO
Pencatatan dalam kartu stok dengan metode LIFO dapat dilihat pada tabel di atas. Agar dapat diperbandingkan, contoh yang diambil adalah barang A dengan transaksi-transaksi yang sama dengan yang digunakan pada metode FIFO.
Saldo barang A pada tanggal 1 Januari 2019 terdiri dari 500 unit dengan harga pokok Rp62 per unit (total Rp31.000). Kemudian, pada tanggal 14 Januari 2019 terjadi pembelian sebanyak 1.000 unit dengan harga pokok Rp50 per unit. Akibat dari pembelian ini, saldo persediaan menjadi 1.500 unit dengan rincian sebagai berikut:
Pada tanggal 15 Januari 2019 terjadi penjualan sebanyak 1.200 unit. Dengan metode LIFO, harga pokok untuk penjualan ini dihitung sebagai berikut:
Saldo persediaan barang A setelah penjualan tersebut terdiri dari 300 unit dengan harga pokok Rp62 per unit (total Rp18.600). Ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat pengurangan persediaan tersebut adalah sebagai berikut:
Bandingkan harga pokok penjualan di atas dengan yang diperoleh jika menggunakan metode FIFO. Penetapan harga pokok untuk penjualan pada tanggal 25 Januari 2019 (500 unit) dan 30 Januari (300 unit) dapat dilakukan dengan cara yang sama (Soemarso, 2002: 413).
Metode Rata-rata
Jika kita menggunakan metode rata-rata, maka hasilnya akan keluar seperti apa yang diilustrasikan pada tabel di atas. Sama dengan contoh sebelumnya, di mana saldo persediaan pada tanggal 1 Januari 2019 terdiri dari 500 unit dengan harga pokok Rp62 per unit.
Akibat pembelian yang dilakukan pada tanggal 14 Januari 2019 sebanyak 1.000 unit dengan harga pokok Rp50 per unit, maka saldo akhir persediaan menjadi 1.500 unit. Saldo akhir ini dinilai dengan harga pokok rata-rata yang dihitung sebagai berikut:
Jadi, saldo persediaan pada tanggal 14 Januari 2019 adalah 1.500 unit dengan harga pokok rata-rata sebesar Rp54 per unit, sehingga menghasilkan nilai total sejumlah Rp81.000. Berikutnya, pada tanggal 15 Januari 2019 terjadi penjualan sebanyak 1.200 unit.
Harga pokok untuk penjualan tersebut adalah 1.200 x Rp54 = Rp64.800. Oleh karena itu, ayat jurnal yang perlu dibuat adalah:
Setelah penjualan terjadi, maka saldo persediaan tinggal 300 unit dengan harga pokok rata-rata sebanyak Rp54 per unit dan menghasilkan nilai total sebesar Rp16.200. Selanjutnya, pada saat pembelian dilakukan pada tanggal 21 Januari 2019 (sebanyak 500 unit dengan harga pokok Rp42 per unit) harga pokok rata-ratanya harus dicari kembali.
BACA JUGA:
- Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek
- Harga Terendah antara Harga Pokok dan Harga Pasar
- Pertumbuhan Uang dan Inflasi
Harga pokok rata-rata setelah pembelian ini diperoleh sebesar Rp47 per unit. Harga pokok rata-rata ini digunakan untuk menilai saldo persediaan sebanyak 800 unit (total Rp37.200).
Harga pokok rata-rata tersebut juga digunkaan untuk menilai persediaan yang dijual pada tanggal 25 Januari 2019 sebanyak 500 unit. Cara perhitungan ini dilakukan terus-menerus untuk beberapa transaksi berikutnya (Soemarso, 2002: 414).