Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Definisi Etika Bisnis

Situsekonomi.com - Dalam menjalankan aktivitas bisnis, kita tidak boleh mengabaikan aturan-aturan tak tertulis yang menjadi kaidah umum yang mengikat bagi sesama pelaku bisnis maupun dengan konsumen. Aturan atau kaidah tersebut biasa kita kenali atau kita sebut etika bisnis (Sunyoto, 1: 2016).

Definisi Etika Bisnis
Sumber: www.pelajaran.co.id

Beberapa pakar dan penulis mendefinisikan etika bisnis dengan definisi yang cukup beragam. Beberapa mendefinisikan etika bisnis sebagai cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat.

Kemunculan etika bisnis tidak bisa dilepaskan dari hadirnya etika dalam kehidupan bermasyarakat. Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran moral, sehingga etika berbeda dengan ajaran moral, setidaknya tidak berada pada level yang sama.

Moral bukanlah keilmuan yang selalu berdasarkan pada fakta, namun moral merupakan persoalan nilai yang ditentukan oleh opini personal, sehingga berbeda pula dengan keilmuan yang sifatnya objektif, moral sepenuhnya bersifat subjektif (Graham, 2004). Etika membantu manusia untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab (Suseno, 1987). Lebih lanjut, etika memberikan arah bagi manusia untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional (Keraf, 1998).

Sebelum membahas tentang etika bisnis secara keseluruhan, perlu kita pahami beberapa pengertian dasar dan teori tentang etika yang nantinya akan menjadi kerangka pikir kita dalam melakukan pembahasan lebih lanjut tentang etika bisnis. Etika memiliki beberapa pengertian dasar yang bisa dijadikan pedoman dalam menerjemahkan etika secara khusus (Putri, 2: 2016).

Menurut arti kata, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, ethos, yang bermakna kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berpikir. Secara umum, etika dapat didefinisikan sebagai nilai moral yang melandasi tingkah laku seseorang dan memberikan penilaian tentang baik buruknya sesuatu, baik berupa cara pikir, sikap, perasaan, watak, maupun yang sudah menjelma menjadi adat kebiasaan.

Akan tetapi, karena penilaian tentang baik dan buruk bersifat sangat subjektif, maka diperlukan konteks pembahasan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang menjadi dasar penentuan penilaian tersebut. Dengan kata lain bahwa di dalam etika setidaknya terdapat komponen etika berupa:
  • Kebebasan dan tanggung jawab;
  • Hak dan kewajiban;
  • Baik dan buruk;
  • Keutamaan dan kebahagiaan.

Untuk memahami etika dalam konteks yang lebih spesifik, kita perlu mengenal teori-teori etika yang menjadi landasan dan sudut pandang dalam menentukan konteks pembahasan tentang etika. Hal ini penting, mengingat etika merupakan wilayah yang bisa dianggap bersifat relatif dan subjektif, sehingga diperlukan dasar yang tegas manakala kita memberikan pendapat tentang etika. Secara umum dikenal beberapa teori etika yang digunakan oleh individu sebagai dasar dalam mengambil keputusan yang dianggap etis, salah satunya adalah teori deontologi (teori kewajiban).

Deontologi berasal dari bahasa Yunani, deon, yang berarti kewajiban. Deontologi merupakan teori etika yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar bagi baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia.

Tujuan bukanlah faktor pembenar bagi perbuatan untuk dinilai baik atau tidak baik. Suatu tindakan dinilai baik bukan berdasarkan atau tujuan baik dari tindakan itu, namun berdasarkan kewajiban bertindak baik kepada orang lain sebagaimana setiap individu memiliki keinginan untuk selalu berlaku baik pada diri sendiri.

Jadi, teori ini menyatakan bahwa berbuat baik merupakan kewajiban yang menjadi keharusan kepada orang lain. Secara rinci prinsip yang harus dipenuhi dalam penerapan teori ini menurut Sutrisna (2010) adalah:
  • Tindakan harus dijalankan sesuai dengan aturan, prosedur, atau kewajiban agar memiliki nilai moral yang baik.
  • Nilai moral yang baik tidak ditentukan berdasarkan tujuannya, namun ditentukan berdasarkan motivasi, kemauan baik, dan watak seseorang dalam melakukan perbuatan tersebut.
  • Konsekuensinya, muncul kewajiban sebagai hal penting dari tindakan yang dilakukan sebagai sikap hormat terhadap hukum moral universal

BACA JUGA:
Dalam praktiknya, penerapan teori ini sering didekati dengan pendekatan legal formal, di mana sesuatu yang baik adalah yang sesuai dengan aturan. Padahal, pelaksanaan kewajiban tidak selalu hanya menggunakan pendekatan legal formal, namun juga memiliki nilai moral yang baik. Hukum hanyalah kulit luar dari legalitas perbuatan, sehingga unsur kedua yaitu motivasi, kemauan baik dan watak seseorang menjadi penentu baik-buruknya perbuatan.
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.