Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Etika Perilaku Pelaku Bisnis

Etika Perilaku Pelaku Bisnis

Situsekonomi.com - Salah satu unsur pokok yang harus ditemui dalam bisnis yang beretika adalah nilai keadilan. Keadilan, meskipun bersifat relatif, merupakan hal yang sangat mendasar dan perlu diatur secara jelas mekanisme pencapaiannya. Dalam wacana yang lebih spesifik, bahkan terdapat pengaturan persaingan pasar untuk menghindari ketidakadilan, yaitu (Zarqa, 1991):
  • Proses mendapatkan barang dengan mengandalkan asimetri informasi maupun asimetri kesempatan, baik berupa waktu, tempat, ataupun jumlah karena dikhawatirkan akan terjadi ketimpangan antara pedagang yang memperoleh informasi dan kesempatan lebih dulu dan akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif. Dalam konteks etika bisnis Islam, hal ini salah satunya dikenal dalam praktik talaqqi rukban, di mana dalam istilah dan ilustrasi asalnya adalah perilaku pedagang untuk menghadang supplier di pinggiran kota untuk mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan jika barang tersebut sudah sampai di pasar;
  • Larangan keras untuk mengurangi timbangan karena hal tersebut memiliki implikasi barang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit, sehingga jelas terjadi kecurangan;
  • Menyembunyikan cacat yang terdapat dalam barang yang dijual dengan motivasi penjual mendapatkan harga yang baik untuk kualitas yang buruk;
  • Melakukan manipulasi pemasaran, di mana pembeli tertarik untuk melakukan pembelian karena informasi pemasaran yang tidak sesuai, atau menggunakan pihak lain untuk mengunggulkan barang/produk guna menarik konsumen agar mau membeli dengan harga lebih tinggi. Fenomena tersebut juga dikenal dengan istilah najasy;
  • Manipulasi penawaran dan permintaan (supply and demand), dengan motivasi untuk mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi. Fenomena ini dikenal dengan istilah ikhtikar atau melakukan penimbunan barang.
  • Menjual barang dagangan dengan harga jauh lebih tinggi dari harga pasar secara sengaja karena memanfaatkan ketidaktahuan pembeli. Fenomena tersebut dikenal juga dengan istilah gha-ban al fahisy. Dalam konteks yang lebih luas, intervensi harga tanpa alasan yang jelas pada pasar atau tanpa mekanisme yang wajar juga dilarang. Misalnya, dilakukan operasi pasar secara tiba-tiba dengan alasan mengendalikan harga, padahal sebenarnya tidak perlu dilakukan karena harga yang terjadi merupakan harga yang wajar dan sesuai dengan kondisi kesetimbangan.

Kembali pada perilaku bisnis yang beretika, di mana terdapat beberapa hal yang dianggap merupakan pendorong individu untuk melakukan aktivitas bisnis secara beretika antara lain adalah sebagai berikut:
  • Adanya keyakinan bahwa semua tindakan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan, sehingga individu yang mengambil sumber etika moral dari ajaran agama akan terdorong melakukan dengan alasan ketaatan pada ajaran agama yang dianutnya;
  • Adanya kesadaran bahwa aktivitas bisnis yang beretika merupakan bentuk perwujudan kontrak sosial masyarakat yang mengikat;
  • Adanya dorongan untuk mencapai nilai keutamaan melalui aktivitas bisnis yang beretika, sehingga bisnis ditempatkan bukan semata sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, namun justru dipandang sebagai alat untuk mencapai nilai keutamaan. Dalam teori kebajikan, hal ini diistilahkan dengan virtuous life atau kehidupan yang utama.

BACA JUGA:
Meskipun fenomena dikotomi persepsi atau perbedaan pandangan terhadap aktivitas bisnis dalam masyarakat masih terjadi dan bersifat kontradiktif, namun perilaku pelaku bisnis perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius untuk menghindari praktik bisnis yang tidak beretika. Sebagai ilustrasi adalah masyarakat masih memandang bahwa bisnis adalah bisnis di mana sangat dimungkinkan untuk melakukan tindakan kurang terpuji untuk mencapai tujuan bisnis, misalnya melakukan penyuapan untuk mendapatkan izin usaha, melakukan praktik kecurangan, dalam produksi maupun melakukan manipulasi pemasaran dengan anggapan bahwa bisnis tidak ada hubungannya dengan etika atau moralitas, dan moralitas hanya dianggap sebagai mitos dalam bisnis (George, 1999). Oleh karena itu, etika bisnis harus menjadi dasar bagi perilaku pelaku bisnis, meskipun perlu dilakukan upaya sistematis seperti menyusun kode etik perusahaan, untuk meningkatkan kredibilitas dan menunjukkan tanggung jawab sosialnya.
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.