Hak dan Kewajiban Pemegang Saham
Semua pihak yang menguasai satu atau lebih saham disebut pemegang saham. Masing-masing pemegang saham memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban pemegang saham timbul berkaitan dengan prinsip kemandirian perseroan.
Dengan prinsip kemandirian ini terlihat bahwa perseroan mempunyai suatu sistem tersendiri menyangkut hak dan kewajiban seluruh pihak terikat dengan perseroan tersebut. Setiap pemegang saham memiliki hak-hak berkenaan dengan kepemilikannya, yakni sebagai berikut:
- Mengajukan gugatan ke pengadilan negeri.
- Meminta pada PT agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
- Meminta direksi untuk menyelenggarakan RUPS.
- Mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan atau RUPS lainnya.
- Menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya.
- Memeriksa dan mendapatkan salinan daftar pemegang saham, risalah, dan pembukuan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada direksi.
- Mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri.
- Hak memesan efek terlebih dahulu.
Kemudian, kewajiban pemegang saham terhadap perseroan adalah menyetor sejumlah saham dan bertanggung jawab atas kerugian PT sebatas nilai saham yang dimilikinya. Selain itu, pemegang saham juga memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan RUPS tahunan.
Praktik permasalahan mengenai kewajiban dari pemegang saham sering kali diabaikan dan dilalaikan sehingga menimbulkan permasalahan dalam perseroan maupun dari pemegang saham itu sendiri. Kelalaian tersebut yaitu seperti melakukan penyetoran modal pada saat pendirian perseroan.
Ketika perseroan sudah sah berbadan hukum dan memiliki rekening perseroan, sering kali pemegang saham tidak melakukan penyetoran yang sesuai. Misalnya, pemegang saham menyetor lebih dari nilai nominal saham yang mana selisihnya dijadikan sebagai utang pemegang saham (shareholders loan).
Baca Juga: Cara Mengukur Tingkat Pengangguran
Sebagai tindakan tegas dari pemerintah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan (PP 29 Tahun 2016) yang mana dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa bukti penyetoran yang sah wajib disampaikan secara elektronik kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam waktu paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian perseroan terbatas ditandatangani. Maksud dari ketentuan tersebut tidak lain untuk mencegah adanya kelalaian dalam penyetoran modal, sebagaimana yang diuraikan oleh pemegang saham dalam akta pendirian perseroan.
Kemenkumham juga ikut mengawasi kewajiban dari pemegang saham dalam penyetoran modal. Namun, di sini Kemenkumham membolehkan pemegang saham untuk menyetorkan modalnya lebih dari yang ditetapkan dalam akta pendirian perseroan.
Nah, ini sering kali disalahgunakan oleh beberapa pihak dengan menjadikannya utang pemegang saham dan utang tersebut tidak pernah dipungut bunga. Padahal, utang pemegang saham tetap berlaku bunga menurut Undang-Undang (bunga moratoir).
Dengan maraknya audit di bidang perpajakan dan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan No. 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan (PMK No. 169), praktik penyalahgunaan tersebut semakin terbatas ruang geraknya. Dalam Pasal 2 ayat (1) PMK No. 169 ditentukan bahwa besarnya perbandingan antara utang dan modal paling tinggi sebesar 4:1.
Dengan adanya batasan ini diharapkan pelanggaran kewajiban dari pemegang saham yang hendak melalaikan kewajiban pajak dengan cara menetapkan utang pemegang saham dapat dicegah. Kemudian, kelalaian ke dua yang sering kali menjadi polemik adalah tidak diselenggarakannya RUPS tahunan.
Ini merupakan permasalahan penting karena beberapa hal yang wajib dibahas dalam RUPS tahunan menjadi tidak terlaksana. Dengan demikian, perseroan tidak memiliki rencana kerja di tahun buku berikutnya dan tidak memiliki perhitungan deviden yang jelas.
Dampak terburuknya adalah ketika dilakukan audit pajak, perseroan tidak dapat menunjukkan berapa jumlah deviden yang seharusnya boleh dibagikan kepada pemegang saham. Kelalaian terakhir dari pemegang saham yaitu tidak adanya inisiatif untuk menyelenggarakan RUPS pertama pasca-pendirian.
Kelalaian dari pemegang saham ini justru merugikan pemegang saham itu sendiri. Sebab, tindakan-tindakan hukum dan transaksi-transaksi yang termasuk ke dalam operasional perseroan sebelum perseroan berbadan hukum menjadi tanggungan diri pribadi pemegang saham.
Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UUPT, RUPS pertama harus diselenggarakan paling lambat 60 hari sesudah perseroan sah berbadan hukum. Setelah melewati batas waktu yang ditentukan dalam UUPT, seluruh beban dan tanggung jawab yang timbul akan ditanggung oleh pemegang saham.
Demikianlah pembahasan mengenai hak dan kewajiban pemegang saham. Pemegang saham merupakan orang yang mendapatkan kepemilikan bagian perusahaan atau membeli saham. Ada tiga jenis pemegang saham, yaitu shareholder, pemegang saham mayoritas, dan pemegang saham minoritas.