Pengertian Perseroan Terbatas
Situsekonomi.com - Dalam Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) disebutkan bahwa Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Sebagai badan hukum, PT merupakan subjek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak layaknya manusia (Kuswiratmo, 4: 2016).
Pengecualian terjadi untuk hal-hal yang bersifat pribadi yang hanya mungkin dilaksanakan orang-perorangan, seperti diatur dalam Buku Pertama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan sebagian dari Buku Kedua KUHPerdata tentang kewarisan. Oleh karena itu, PT dapat memiliki barang, menjalankan bisnis, serta membuat kontrak atas namanya sendiri.
Suatu PT harus mempunyai maksud, tujuan, dan kegiatan usaha, sesuai ketentuan yang tertera dalam Pasal 2 UUPT. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 18 UUPT, maksud dan tujuan serta kegiatan PT harus dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan.
Bertolak pada definisi PT sebagaimana diuraikan sebelumnya, mengandung arti bahwa PT merupakan suatu badan hukum yang memiliki modal tersendiri yang disebut dengan "modal dasar". Adapun, yang dimaksud modal dasar, yaitu jumlah modal yang dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroan, yang terbagi atas saham-saham yang masing-masing memiliki nilai nominal saham.
Modal yang terbagi atas saham-saham itu diambil bagian oleh para pendiri perseroan dengan status mereka sebagai para pemegang saham perseroan, dengan cara menyetorkan jumlah saham yang mereka ambil dikalikan nilai nominal masing-masing saham ke kas perseroan. Jumlah saham yang mereka ambil bagian dalam perseroan merupakan bagian kepemilikan mereka atas perseroan tersebut.
Demikian pula tanggung jawab para pemegang saham terhadap perseroan adalah terbatas, hanya sebesar saham yang dimilikinya. Misalnya, jika PT mempunyai utang kepada pihak lain yang melebihi kekayaan perseroan, atas kelebihan tersebut bukan menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUPT yang menyebutkan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.
Dalam menjalankan fungsi hukum, PT tidak bertindak sebagai kuasa dari para pemegang sahamnya. PT bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, walaupun PT terdiri dari saham-saham yang dikuasai oleh pemegang saham.
Dengan menyetorkan modalnya ke perusahaan, berarti pemegang saham tersebut telah memisahkan atau melepaskan sebagian harta kekayaan milik pribadinya menjadi harta kekayaan PT. Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas modal atau harta kekayaan pribadinya yang telah dimasukkan ke dalam PT.
Pemegang saham berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan dari modal yang ditanamkan di dalam perusahaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa PT mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pemilik atau pendirinya.
Berdirinya PT merupakan hasil dari kesepakatan para pendirinya untuk mengadakan dan mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian untuk mendirikan PT. Para pendiri PT dapat berupa perorangan, yaitu warga negara Indonesia (WNI) maupun WNA serta badan hukum, yaitu badan hukum Indonesia atau badan hukum asing. Pendirian PT merupakan persekutuan modal yang diambil bagian oleh para pendiri dan/atau pemegang saham perseroan, sehingga harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata bab kedua bagian kesatu tentang Ketentuan Umum Perjanjian, khususnya Pasal 1313-1319, bagian kedua tentang Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian, khususnya Pasal 1320-1337, dan bagian ketiga tentang Akibat dari Perjanjian, yaitu Pasal 1338-1341.
Agar pendirian PT sah, maka harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
- harus terdapat kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya;
- adanya suatu kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- adanya suatu hal tertentu; dan
- adanya suatu sebab yang halal.
Jika seluruh persyaratan sahnya perjanjian telah terpenuhi, sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata, maka perjanjian untuk mendirikan perseroan tersebut mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang mengadakannya.
Pasal 7 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa PT didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Hal ini merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Dengan demikian, jika syarat yang ditetapkan ini tidak dipenuhi, eksistensi suatu PT tidak pernah ada.
Status badan hukum PT diperoleh pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum PT. Pendirian PT dilakukan dengan pembuatan akta dalam bahasa Indonesia di hadapan notaris.
Adapun akta pendirian tersebut memuat anggaran dasar perseroan. Anggaran dasar tersebut kemudian diajukan pengesahannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
Perolehan pengesahan perseroan berdampak pada status perseroan dan tanggung jawab organ-organ perseroan. Jika PT belum memperoleh pengesahan badan hukum, maka PT belum berstatus badan hukum, sehingga tidak ada pemisahan antara harta kekayaan PT dan harta kekayaan pribadi. Hal ini karena secara hukum tidak terjadi pemisahan tanggung jawab hukum antara PT dengan pemilik PT secara pribadi.
Jika PT belum memperoleh status badan hukum padahal hendak dilakukan perbuatan hukum yang mengatasnamakan PT, perbuatan hukum tersebut hanya boleh dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh anggota direksi dengan seluruh anggota dewan komisaris dan pendiri PT. Atas perbuatan hukum tersebut hanya mengikat pihak yang bersangkutan dan jika perbuatan hukum tersebut dilakukan oleh seluruh anggota direksi, dewan komisaris, dan pendiri PT, mereka bertanggun jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.
Untuk itu, PT tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan. Perbuatan hukum tersebut beralih menjadi tanggung jawab perseroan setelah perseroan berubah status menjadi badan hukum. Selain itu, perbuatan tersebut juga harus disetujui oleh RUPS, yang harus diadakan paling lambat 60 hari setelah perseroan berstatus badan hukum serta dihadiri dan disetujui oleh seluruh pemegang saham maupun kuasanya.
BACA JUGA:
BACA JUGA:
Jika PT telah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum, secara hukum akan terjadi pemisahan antara harta kekayaan PT dengan harta kekayaan pribadi pemilik PT. Dengan demikian, secara sendirinya PT akan mempunyai tanggung jawab hukum. Oleh karena sebagai badan hukum, perseroan merupakan "subjek hukum" yang terpisah dari pengurusnya yang mempunyai hak dan kewajiban tersendiri serta memikul tanggung jawab tersendiri atas segala tindakan maupun perbuatannya, untuk itu pengurus perseroan yang beritikad baik tidak dapat digugat secara perdata atas perbuatan yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan.