Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat
Situsekonomi.com - Pergantian rezim orde baru membawa angin segar bagi pelaku usaha di Indonesia. Munculnya UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat merupakan penyempurnaan dari berbagai produk hukum tentang larangan monopoli (Sunyoto, 130: 2016).
Lahirnya undang-undang ini secara nyata memberi batasan kepada perusahaan agar tidak melakukan monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat kepada perusahaan lain. Perlu diketahui bahwasanya di samping keharusan menerapkan prinsip-prinsip GCG (good corporate governance) di tubuh internal perusahaan, suatu perusahaan juga harus menjunjung etika yang menyangkut hubungannya dengan pesaingnya.
Dalam konsiderans menimbang UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat disebutkan: b.) bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar; c.) bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
Urgensi keberadaan UU tersebut adalah adanya keharusan untuk melakukan persaingan usaha yang sehat dan wajar. Ini menjadi penting untuk dipahami bahwasanya etika dalam melakukan bisnis perlu mengedepankan hubungan yang baik dengan perusahaan lain agar tercipta ekonomi pasar yang stabil sehingga tidak mudah terjadi krisis ekonomi akibat perang harga maupun persaingan yang tidak sehat antarpelaku usaha (Putri, 131: 2016).
Di dalam pasal 2 disebutkan: Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasakan demokrasi ekonomi dengan memerhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Demokrasi ekonomi dapat dipahami sebagai sebuah kebebasan antarpelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha tanpa adanya tekanan ataupun pengaruh dari pengusaha. Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya praktik monopoli dan persaingan tidak sehat terjadi apabila ada persekongkolan antara pelaku usaha dengan elite pengusaha.
Penerapan prinsip-prinsip GCG di tubuh internal perusahaan tidaklah cukup untuk menjadikan perusahaan tersebut berjalan secara sehat, karena bagaimanapun di negeri ini ada banyak perusahaan yang berdiri dan sama-sama ingin menguasai pasar. Untuk itu, agar setiap perusahaan bisa berjalan mulus perlu adanya pembatasan agar tidak terjadi monopoli dan praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Di dalam UU No. 5 Tahun 1999 disebutkan beberapa perjanjian yang dilarang, di antaranya adalah:
- Oligopoli. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- Penetapan Harga. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama;
- Pembagian Wilayah. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- Pemboikotan. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri;
- Kartel. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- Trust. Perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- Oligopsoni. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- Integrasi Vertikal. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat;
- Perjanjian Tertutup. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu;
- Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri. Perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
BACA JUGA:
- Ciri-ciri Pasar Monopoli
- Pasar Tenaga Kerja Monopoli Bilateral
- Persaingan Sempurna dan Efisiensi Alokatif
Kesimpulan
Perjanjian merupakan bagian dari hubungan suatu perusahaan dengan pelaku ekonomi lainnya, baik perusahaan lain, pemerintah, dan mitra kerja. Dalam hal ini, perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sebagai akibat adanya kesepakatan antarbeberapa pihak untuk melakukan kegiatan usaha.
Perjanjian yang dilakukan harus berpedoman kepada hukum dan aturan yang berlaku. Di sini peran pemerintah sebagai regulator wajib memberikan perlindungan hukum kepada pelaku usaha, masyarakat dan lingkungan. Perjanjian yang baik akan membawa dampak baik bagi stabilitas ekonomi suatu negara, keadilan dalam masyarakat serta kelestarian lingkungan.