Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bentuk Instrumen Wakaf

Situsekonomi.com - Wakaf adalah kata dasar (masdar) dari waqafa-yaqifu-wafqan yang berarti "berhenti dari berjalan". Secara etimologi, wakaf adalah al-habs (menahan). Sedangkan menurut al-'Utsaimin secara terminologi wakaf berarti menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya (tahbiisul ashl wa tashbiihul manfa'ah) (ADESY, 2016: 384).

Bentuk Instrumen Wakaf
Sumber: finansialku.com

Sementara menurut Muhammad Ibn Ismail bahwa wakaf memiliki definisi menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk kebaikan. Dengan demikian, benda yang diwakafkan bersifat tidak dapat dimiliki secara pribadi atau perorangan (mal mahjur), melainkan milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang diterjemahkan sebagai milik umum dengan tujuan yang spesifik.

Oleh karena itu, dengan definisi ini dikenal sifat yang melekat pada wakaf, yakni terus-menerus atau abadi. Namun demikian, ada beberapa pendapat ulama terutama mazhab Maliki yang berpendapat bahwa wakaf dapat bersifat temporer (temporary).

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan bahwa "wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah." Asal mula wakaf adalah dari Khalifah Umar bin Khattab yang mendapatkan sebidang tanah pada peperangan Khaibar, dan tanah tersebut sangat berharga baginya.

Kemudian, ia meminta nasihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang apa yang harus ia perbuat dengan tanah tersebut, sebab para sahabat senantiasa menginfakkan segala sesuatu yang mereka cintai. Kisah ini termuat dalam sebuah riwayat:
Diriwayatkan dari Ibn Umar radhiallahu'anhuma: Umar radhiallahu'anhu pernah mendapatkan bagian kebun (dari hasil rampasan perang) di Khaibar. Lalu dia menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk memohon fatwa tentang kebun ini. Dia berkata, "Wahai Rasulullah, saya mendapatkan bagian kebun di Khaibar, yang belum pernah saya mendapatkan suatu harta yang lebih berharga daripada kebun ini. Maka, apakah yang harus saya lakukan terhadap kebun itu?" Beliau bersabda, "Jika kamu mau, wakafkanlah kebun itu dan sedekahkanlah hasilnya" kemudian Umar menyedekahkannya hasil kebun itu, sedangkan kebunnya tidak dijual, tidak dibeli, tidak diwariskan, dan tidak dihibahkan. Selanjutnya, dia berkata, "Umar menyedekahkan hasil kebun itu kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak, sabilillah (di jalan Allah), ibnussabil (musafir), dan tamu. Tiada berdosa orang yang mengurusinya untuk memakan sebagian dari penghasilan wakaf itu dengan cara baik atau memberi makan kawannya tanpa menganggapnya sebagai harta miliknya sendiri (tidak sewenang-wenang mempergunakannya seperti miliknya sendiri)." (HR Muslim 5:74-S.M.)

Wakaf dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan tujuan, waktu, dan penggunaannya. Wakaf berdasarkan tujuannya terdiri dari: 1) wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairy), yaitu apabila tujuan wakafnya untuk kepentingan umum, 2) wakaf keluarga (dzurri), yaitu apabila tujuan wakaf untuk memberi manfaat kepada wakif, keluarga dan keturunannya, 3) wakaf gabungan (musytarak), yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum dan keluarga secara bersamaan (ADESY, 2016: 385).

Sedangkan berdasarkan batasan waktunya, wakaf terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1) wakaf abadi, yaitu wakaf berbentuk barang yang bersifat abadi seperti tanah dan bangunan atau barang bergerak yang ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi, 2) wakaf sementara, yaitu apabila barang yang diwakafkan berupa barang yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberi syarat untuk mengganti bagian yang rusak. Dan wakaf berdasarkan penggunaannya terbagi menjadi dua macam: 1) wakaf langsung, yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk mencapai tujuannya seperti masjid, sekolah dan sebagainya, 2) wakaf produktif, yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk kegiatan produksi dan hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf (Qahaaf, 2005: 161).

Dalam literatur klasik ekonomi Islam, wakaf terbatas pada barang-barang yang tidak habis berapa kalipun dipakai, misal tanah dan bangunan. Hal ini dikarenakan pada benda-benda tersebut karakteristik wakaf, yakni tidak habis dipakai tetap terjaga.

Namun, makna wakaf semakin lama semakin berkembang. Para ulama sepakat bahwa benda yang diwakafkan tidak hanya terbatas tanah dan bangunan, tetapi bisa juga benda dalam bentuk lain sepanjang benda tersebut tidak langsung habis ketika diambil manfaatnya.

Jadi, mayoritas fuqaha sepakat jika benda yang diwakafkan bisa yang bersifat kekal (abadi) atau setidaknya terus ada sepanjang usia harta tersebut, misal kuda dan unta. Dengan demikian, uang juga termasuk benda yang dapat diwakafkan melalui sistem wakaf tunai sepanjang uang tersebut dimanfaatkan sesuai tujuan akad wakaf dan tidak habis, misalnya dengan membelanjakan wakaf tunai tersebut untuk membeli benda yang tidak musnah (ADESY, 2016: 386).

Mazhab Maliki menambahkan bahwa wakaf tunai juga bisa digunakan untuk pembiayaan pembangunan gedung atau sarana apapun yang sifatnya pinjaman tanpa biaya (free charge), kecuali biaya administrasi yang diperbolehkan syariat Islam. Selanjutnya, pemakai bangunan tersebut diharapkan mengembalikan pinjaman tersebut untuk dapat digunakan pada program yang lainnya.

Selain itu, wakaf tunai juga bisa digunakan untuk aktivitas investasi dalam bentuk pembiayaan mudharabah. Namun, penggunaan wakaf tunai untuk kegiatan investasi masih menuai kontroversi mengingat kegiatan investasi memiliki risiko musnah.

BACA JUGA:

Di samping itu, dengan melakukan kegiatan investasi berarti dana wakaf akan selamanya berbentuk uang, sedangkan nilai uang akan teredusi akibat inflasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jenis wakaf tunai yang dapat dilakukan antara lain:
  • Waqaf properties: wakaf tunai untuk membeli benda tahan lama.
  • Temporary waqaf deposits in loan basis: wakaf tunai untuk pemberian pinjaman.
  • Temporary waqaf deposits in investment basis: wakaf tunai untuk tujuan investasi.
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.