Rekomendasi Pelaksanaan Good Corporate Governance di Lingkungan Perbankan Syariah
Secara implisit, ketentuan-ketentuan mengenai GCG telah tersebar dalam UUPT, undang-undang dan peraturan perbankan, undang-undang pasar modal, dan lain-lain. Namun, penegakannya oleh pemegang otoritas, seperti Bank Indonesia, Bapepam, BPPN, Kementerian Keuangan, BUMN, bahkan pengadilan sangat lemah.
Oleh karena itu, diperlukan test case atau kasus preseden untuk membiasakan proses, baik yang yudisial maupun quasi-yudisial, dalam menyelesaikan praktik-praktik pelanggaran hukum perusahaan atau GCG. Pelanggaran yang biasa dilakukan adalah dalam hal fiduciary duties atau berkenaan dengan piercing the corporate veil.
Berdasarkan pada kecenderungan di atas, Umam (2016) berpendapat bahwa pendekatan yang paling efektif bagi Indonesia untuk berhadapan dengan pencanangan GCG adalah dengan melanjutkannya menjadi suatu produk atau ketentuan-ketentuan yang masuk dalam hukum positif. Dengan demikian, GCG sendiri harus mewujud dalam praktik kegiatan bisnis sebagai hukum modern sebagaimana diidentifikasi oleh Max Weber, yakni menjadi hukum yang:
- memiliki kualitas normatif yang umum dan relatif abstrak;
- yang merupakan hasil keputusan-keputusan yang diambil secara sadar ("hukum positif");
- diperkuat oleh kekuasaan yang memaksa dari negara dalam bentuk sanksi yang diberikan dengan sengaja yang dikaitkan dengan aturan-aturan yang dapat diberlakukan melalui pengadilan;
- sistematis; dan
- sekular.
Selain itu juga bagi para pemegang otoritas perbankan perlu mengantisipasi munculnya tantangan yang kemungkinan muncul terkait dengan implementasi GCG Bank Syariah di Indonesia. Untuk saat ini memang sebagian prinsip-prinsip GCG telah dipenuhi oleh bank-bank syariah, misalnya dengan telah dibentuknya aturan hukum dan kelembagaan khusus untuk bank syariah yang mengatur tentang struktur dan organisasi bank syariah, persyaratan pemilik dan pengurus, aturan dan mekanisme fit and proper test, kewajiban bank untuk membentuk satuan kerja audit intern, ketentuan disclosure, standar akuntansi, penerapan manajemen risiko sebagaimana yang telah diatur secara detail dalam PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.
Baca Juga: Pengertian dan Prinsip Perbankan Syariah
Implementasi GCG pada bank syariah juga akan dikawal oleh lembaga-lembaga lain, seperti dewan syariah nasional (DSN), dewan pengawas syariah (DPS), badan arbitrase syariah nasional (Basyarnas), dan terakhir adanya perluasan kewenangan yang dimiliki oleh pengadilan agama dalam hal mengadili sengketa di bidang ekonomi syariah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Adapun tantangan yang mungkin muncul di depan terkait dengan implementasi GCG pada bank syariah, antara lain perlunya penyempurnaan regulasi dan panduan best practice. Sementara pembentukan lembaga terkait guna mendorong GCG, antara lain pembentukan Islamic Rating Agency dan Lembaga/Forum Informasi, pengefektifan fungsi Otoritas Fatwa Perbankan Syariah Nasional, pembentukan Auditor Syariah Resmi, pemberdayaan Lembaga Arbitrase Syariah, pembentukan Lembaga Riset dan Training, serta optimalisasi Pasar Keuangan, Pasar Modal Syariah, dan Lembaga Sekuritisasi.
Di samping itu juga perlu ditempuh upaya pengembangan dan pengadopsian nilai-nilai syariah dan kode etik (code of conduct) perbankan syariah dengan cara melakukan edukasi publik dalam rangka mendorong consumer advocacy, meningkatkan market discipline, serta melakukan pengembangan sistem dan mekanisme pengawasan syariah yang efektif. Melalui cara-cara tersebut, tata kelola bank syariah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.