Fase-fase Perkembangan Ekonomi Negara Sedang Berkembang
1. Asal Mula Ekonomi Dualistis
Pada akhir abad ke-19, negara-negara industri mengepakkan sayapnya hingga ke seluruh penjuru dunia, khususnya negara-negara sedang berkembang. Mula-mula, negara tersebut hanya sebatas berdagang di negara setempat.
Kemudian, mereka mengambil alih kekuasaan sehingga memperoleh lebih banyak bahan-bahan yang dibutuhkan. Cara yang mereka lakukan yaitu dengan memaksa para petani setempat untuk menanam tanaman tertentu (Irawan, 2002).
Hal ini berdampak pada produksi, terutama sektor pertanian. Lemahnya sektor tersebut menyebabkan kegiatan ekspor sirna. Padahal, kegiatan tersebut merupakan tujuan dari produksi. Tentu keadaan ini mengganggu kestabilan perekonomian karena sangat terpengaruh oleh fluktuasi harga pasar dunia.
Kemudian, mereka mengambil alih kekuasaan sehingga memperoleh lebih banyak bahan-bahan yang dibutuhkan. Cara yang mereka lakukan yaitu dengan memaksa para petani setempat untuk menanam tanaman tertentu (Irawan, 2002).
Hal ini berdampak pada produksi, terutama sektor pertanian. Lemahnya sektor tersebut menyebabkan kegiatan ekspor sirna. Padahal, kegiatan tersebut merupakan tujuan dari produksi. Tentu keadaan ini mengganggu kestabilan perekonomian karena sangat terpengaruh oleh fluktuasi harga pasar dunia.
Mulai saat itu, perekonomian negara sedang berkembang sangat terpadu dengan perekonomian dunia yang dikuasai oleh negara-negara Barat. Segala sektor perekonomian dipegang oleh penjajah demi kebutuhan dirinya, seperti pertambangan, timah, dan karet.
Investasi yang disalurkan pun sangat sedikit sehingga tidak cukup untuk menghadapi persoalan tersebut. Hal ini terus saja menyiksa negara sedang berkembang agar selalu bergantung pada perekonomian negara penjajah (Suparmoko, 2002).
Akibatnya, permintaan efektif tidak ada karena rendahnya produktivitas dan penghasilan. Oleh sebab itu, negara sedang berkembang sangat identik dengan ekonomi dualistis. Sifat ekonomi dualistis adalah industri ekspor yang terpadu dengan perekonomian dunia yang menggunakan sistem modern.
2. Turunnya Kekuasaan Barat
Kemudian, pada tahun 1932 terjadinya krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Padahal, kondis ekonomi di negara-negara sedang berkembang pada tahun 1930 tengah menikmati puncak kejayaannya.
Pada saat itu, ekspor menurun drastis sehingga tidak ada lagi yang berani memberi pinjaman untuk investasi, kecuali pinjaman dari pemerintah untuk membangun fasilitas prasarana umum. Lantaran tidak ada lagi pendapatan dari ekspor, faktor-faktor produksi menjadi banyak yang menganggur.
Keadaan ini yang mendorong negara sedang berkembang untuk membangun industri dasar supaya tidak bergantung lagi pada negara-negara luar. Tujuan dari pembangunan industri tersebut adalah untuk menampung pengangguran.
Sedikit demi sedikit mereka merangkak dari fase ini hingga industrialisasi pun dimulai. Meskipun masih menjalani kehidupan ekonomi dualistis, tetapi bayang-bayang akan kestabilan ekonomi kian makin terlihat.
3. Periode Sesudah Perang Dunia II
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, negara-negara maju mulai menyadari bahwa perkembangan ekonomi merupakan tujuan penting. Hal ini dikemukakan pertama kali di Atlantic Charter yang berlangsung pada Agustus 1941, di mana adanya istilah kebebasan berkeinginan (freedom of want).
Perdana Menteri Inggris (Winston Churchill) dan Presiden Amerika Serikat (Franklin Delano Roosevelt) menaruh perhatian terhadap negara sedang berkembang. Untuk membantu negara-negara tersebut dibentuklah International Bank for Reconstruction and Development (IBRD).
IBRD mendorong investasi di negara sedang berkembang melalui pengadaan jaminan. Selain itu, didirikan pula badan lain seperti FAO (Food and Agriculture Organization) yang membantu untuk menaikkan produksi bahan makanan.
Kemudian, pada tahun 1932 terjadinya krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Padahal, kondis ekonomi di negara-negara sedang berkembang pada tahun 1930 tengah menikmati puncak kejayaannya.
Pada saat itu, ekspor menurun drastis sehingga tidak ada lagi yang berani memberi pinjaman untuk investasi, kecuali pinjaman dari pemerintah untuk membangun fasilitas prasarana umum. Lantaran tidak ada lagi pendapatan dari ekspor, faktor-faktor produksi menjadi banyak yang menganggur.
Keadaan ini yang mendorong negara sedang berkembang untuk membangun industri dasar supaya tidak bergantung lagi pada negara-negara luar. Tujuan dari pembangunan industri tersebut adalah untuk menampung pengangguran.
Sedikit demi sedikit mereka merangkak dari fase ini hingga industrialisasi pun dimulai. Meskipun masih menjalani kehidupan ekonomi dualistis, tetapi bayang-bayang akan kestabilan ekonomi kian makin terlihat.
3. Periode Sesudah Perang Dunia II
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, negara-negara maju mulai menyadari bahwa perkembangan ekonomi merupakan tujuan penting. Hal ini dikemukakan pertama kali di Atlantic Charter yang berlangsung pada Agustus 1941, di mana adanya istilah kebebasan berkeinginan (freedom of want).
Perdana Menteri Inggris (Winston Churchill) dan Presiden Amerika Serikat (Franklin Delano Roosevelt) menaruh perhatian terhadap negara sedang berkembang. Untuk membantu negara-negara tersebut dibentuklah International Bank for Reconstruction and Development (IBRD).
IBRD mendorong investasi di negara sedang berkembang melalui pengadaan jaminan. Selain itu, didirikan pula badan lain seperti FAO (Food and Agriculture Organization) yang membantu untuk menaikkan produksi bahan makanan.
Bersamaan dengan itu, ada juga ITO (International Trade Organization) yang salah satu tujuannya adalah untuk memajukan pembangunan ekonomi serta menekankan penggunaan maksimum sumber-sumber manusia dan sumber alam dunia.
Meskipun demikian, keadaan negara sedang berkembang tidak terlalu mengalami kemajuan karena devisa yang dimiliki selama perang sangat sedikit yang bisa dimanfaatkan. Lagi pula, harga barang impor dari Amerika Serikat naik hingga 50%, sehingga pembangunannya mengalami perlambatan.
Adapun dari segi ekspor cenderung menurun lantaran permintaannya sudah bukan lagi dari bahan mentah seperti saat perang, melainkan jenis barang-barang yang bersifat sintetis. Sementara itu, bantuan yang diterima tidak sepadan dengan tujuan perbaikan ekonomi.
Meskipun demikian, keadaan negara sedang berkembang tidak terlalu mengalami kemajuan karena devisa yang dimiliki selama perang sangat sedikit yang bisa dimanfaatkan. Lagi pula, harga barang impor dari Amerika Serikat naik hingga 50%, sehingga pembangunannya mengalami perlambatan.
Adapun dari segi ekspor cenderung menurun lantaran permintaannya sudah bukan lagi dari bahan mentah seperti saat perang, melainkan jenis barang-barang yang bersifat sintetis. Sementara itu, bantuan yang diterima tidak sepadan dengan tujuan perbaikan ekonomi.
Bantuan berupa kapital saja tidak cukup bila tidak disertai dengan faktor-faktor lain, seperti keterampilan, tenaga manusia, dan kemampuan kepemimpinan. Nah, itulah pembahasan tentang fase-fase perkembangan ekonomi negara sedang berkembang.