Pertumbuhan Uang yang Menyebabkan Terjadinya Inflasi
Walaupun saat ini harga Mie Goreng Aceh berada di kisaran Rp8.000, kehidupan tampak berbeda 10 tahun yang lalu. Pada saat itu, untuk membeli sebungkus atau sepiring Mie Goreng Aceh hanya merogoh kocek kurang lebih Rp5.000.
Namun, pergeseran harga ini hanya dirasakan oleh penduduk yang bermukim di perkotaan. Adapun yang berdomisili di area pedesaan, harga Mie Goreng Aceh masih tetap Rp5.000 seperti di Kecamatan Pante Raja.
Pasalnya, mereka mengolah sendiri bahan bakunya, sehingga para penjual mie goreng di sana berani menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan di kota. Selain itu, faktor wilayah juga merupakan salah satu alasan mengapa harga di sana lebih murah karena jauh dari lokasi industri.
Laju inflasi yang sangat tinggi ini disebut hiperinflasi. Ini tentu merugikan perekonomian Jerman sehingga dianggap sebagai salah satu penyebab munculnya Nazisme. Selama kurun waktu 50 tahun berikutnya, para pembuat kebijakan di Jerman sangat menentang inflasi.
Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan terjadinya inflasi? Pertanyaan ini akan dijawab melalui teori jumlah uang. Teori ini merupakan salah satu prinsip ekonomi, yaitu harga-harga naik bila pemerintah mencetak terlalu banyak uang.
Pemahaman ini sangat disanjung oleh para ekonom. Teori jumlah uang yang disampaikan oleh filsuf terkenal abad ke-18, David Home, dan baru-baru ini didukung kembali oleh ekonom terkemuka Milton Friedman.
Namun, pergeseran harga ini hanya dirasakan oleh penduduk yang bermukim di perkotaan. Adapun yang berdomisili di area pedesaan, harga Mie Goreng Aceh masih tetap Rp5.000 seperti di Kecamatan Pante Raja.
Pasalnya, mereka mengolah sendiri bahan bakunya, sehingga para penjual mie goreng di sana berani menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan di kota. Selain itu, faktor wilayah juga merupakan salah satu alasan mengapa harga di sana lebih murah karena jauh dari lokasi industri.
Kehidupan ini memang tetap berkonsentrasi di area perkotaan yang mana harganya cenderung naik. Naiknya harga ini dinamakan dengan inflasi. Sederhananya, Inflasi ini dapat dikatakan dengan turunnya daya beli uang.
Berdasarkan laporan dari Bank Indonesia, selama 10 tahun terakhir, harga-harga telah naik dengan rata-rata 5,86 persen setiap tahun. Setelah terakumulasi selama bertahun-tahun, laju inflasi tahunan yang 5,86 persen menyababkan harga-harga meningkat dari Rp5.000 menjadi Rp8.000.
Inflasi merupakan hal yang wajar terjadi dan tidak mungkin dihindari karena pada faktanya inflasi memang tidak terhindarkan sama sekali. Namun, terkadang ada masanya di mana harga-harga turun atau sebuah fenomena yang disebut dengan deflasi (Mankiw, 2006).
Inflasi Tahunan Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
Menurut Trading Economics, tingkat harga di Indonesia dari bulan Januari-Februari 2019 menurun dari 2,82-2,57 persen. Ini merupakan yang terendah sejak Maret 2018-Februari 2019. Deflasi ini terus saja menjadi isu utama politik.
Bagi para petani yang memiliki banyak utang, mereka menderita ketika jatuhnya harga hasil panen sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk membayar utang. Mereka mendorong pemerintah agar mengambil kebijakan untuk mengatasi deflasi ini.
Kendati inflasi adalah hal yang wajar, ada variasi penting pada tingkat kenaikan harga. Selama tahun 2005-2009, harga naik di tingkat rata-rata 8,82 persen tiap tahun. Sedangkan pada tahun 2010-2014, harga tumbuh sebesar 6,35 persen tiap tahunnya.
Kendati inflasi adalah hal yang wajar, ada variasi penting pada tingkat kenaikan harga. Selama tahun 2005-2009, harga naik di tingkat rata-rata 8,82 persen tiap tahun. Sedangkan pada tahun 2010-2014, harga tumbuh sebesar 6,35 persen tiap tahunnya.
Ini mengindikasikan bahwa tingkat inflasi di Indonesia dalam satu dekade sebanyak 7,59 persen. Publik sering memandang laju inflasi yang tinggi ini sebagai masalah utama dalam perekonomian. Data internasional menunjukkan berbagai peristiwa inflasi yang kisarannya lebih lebar lagi.
Setelah Perang Dunia I, Jerman mengalami inflasi yang sangat hebat. Harga surat kabar naik dari 0,3 mark pada tahun 1921 menjadi 70.000.000 mark dalam waktu kurang dari dua tahun. Harga-harga lain juga ikut naik dengan jumlah serupa.
Laju inflasi yang sangat tinggi ini disebut hiperinflasi. Ini tentu merugikan perekonomian Jerman sehingga dianggap sebagai salah satu penyebab munculnya Nazisme. Selama kurun waktu 50 tahun berikutnya, para pembuat kebijakan di Jerman sangat menentang inflasi.
Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan terjadinya inflasi? Pertanyaan ini akan dijawab melalui teori jumlah uang. Teori ini merupakan salah satu prinsip ekonomi, yaitu harga-harga naik bila pemerintah mencetak terlalu banyak uang.
Pemahaman ini sangat disanjung oleh para ekonom. Teori jumlah uang yang disampaikan oleh filsuf terkenal abad ke-18, David Home, dan baru-baru ini didukung kembali oleh ekonom terkemuka Milton Friedman.
Teori inflasi ini menjelaskan tentang berbagai tingkatan inflasi, seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat dan Jerman pada masa-masa perang. Lalu, mengapa inflasi bisa menjadi sebuah masalah? Inflasi menjadi masalah karena masyarakat tidak menyukainya.
Pada tahun 1970-an, ketika Amerika Serikat mengalami laju inflasi yang relatif tinggi, jajak pendapat menempatkan inflasi sebagai isu terpenting. Presiden Ford menggemakan sentimen ini pada tahun 1974 saat menyebut inflasi sebagai "musuh publik nomor satu."
Ford memakai bros bertuliskan "WIN" (whip inflation now) yang artinya hilangkan inflasi sekarang. Terus, apa saja kerugian yang ditimbulkan oleh inflasi? Walaupun para ekonom membenci hiperinflasi, tetapi mereka berpendapat bahwa kerugian akibat inflasi tidak sebesar yang diperkirakan.