Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Substitusi Impor dan Pinjaman Luar Negeri

Substitusi Impor dan Pinjaman Luar Negeri

Umumnya, pemerintah negara yang sedang berkembang sangat mengandalkan kebijakan moneter dan fiskal guna mengatasi permasalahan pembangunan ekonomi negara. Kebijakan itu diharapkan dapat memenuhi target yang telah ditentukan dalam rencana pembangunan ekonomi.

Dengan niat yang besar untuk membangun negaranya, pemerintah sangat memerlukan kapital yang sebanding dengan niatnya tersebut. Menurut Irawan (2002), negara yang sedang berkembang hanya mempunyai sejumlah kapital yang relatif sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pembangunannya.

Oleh sebab itu, pemerintah terpaksa harus mendatangkan alat-alat kapital dari negara yang telah maju industrinya karena belum mampu untuk menciptakannya dalam waktu yang dekat. Tentunya, devisa akan menjadi korban sebagai alat pembayaran luar negeri.

Keadaan ini memang membuat pemerintah agak sedikit dilema karena di satu sisi kapitalnya relatif sedikit dan di sisi lain devisanya sangat terbatas. Bagi negara yang sedang berkembang, kemungkinan untuk memperoleh devisa dari luar negeri sangat kecil (Suparmoko, 2002).

Pasalnya, barang yang diekspor berwujud produksi primer, sehingga nilai tukarnya relatif rendah. Produksi primer sangat sedikit permintaannya di pasar internasional, kecuali pada saat pasca Perang Dunia II.

Saat ini, produksi yang paling besar permintaannya adalah produksi sintetis lantaran maraknya barang-barang tersebut. Itulah yang menyebabkan turunnya nilai tukar di negara-negara yang sedang berkembang.

Dengan begitu, mereka terpaksa meminta bantuan berupa pinjaman luar negeri karena pembangunan tetap harus dilaksanakan. Dari pinjaman tersebut, pemerintah dapat menggunakannya untuk melaksanakan industrialisasi, terutama di bidang industri substitusi impor.

Jika industrinya telah dibangun, maka devisa akan menjadi hemat penggunaannya dan bahkan dapat menambah penghasilan devisa negara. Jadi, dengan berdirinya industri substitusi impor dapat membayar kembali pinjaman luar negeri tersebut.
Rizki Gusnandar
Rizki Gusnandar Kelemahan terbesar kita adalah bersandar pada kepasrahan. Jalan yang paling jelas menuju kesuksesan adalah selalu mencoba, setidaknya satu kali lagi - Thomas A. Edison.