4 Makna Keadilan dalam Distribusi
Kata 'adl di dalam Al-Qur'an memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna 'adl (keadilan). Menurut M. Quraish Shihab, paling tidak ada empat makna keadilan, yakni:
1. 'Adl dalam Arti "Sama"
Pengertian ini yang paling banyak terdapat di dalam Al-Qur'an, antara lain pada QS An-Nisa' (4): 3, 58, dan 129; QS Asy-Syura (42): 15; QS Al-Maidah (5): 8; QS An-Nahl (16): 76, 90; QS Al-Hujurat (49): 9. Kata 'adl dengan arti "sama (persamaan)" pada ayat-ayat tersebut yang dimaksud adalah persamaan di dalam hak.
Dalam QS An-Nisa' (4): 58, ditegaskan, Wa idzaa hakamtum baina an-naasi an tahkumuu bi al-'adl yang artinya "Apabila (kamu) menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil". Kata 'adl di dalam surat tersebut diartikan "sama" yang mencakup sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan.
Baca Juga: Keputusan Terprogram dan Tidak Terprogram
Ini berimplikasi bahwa manusia mempunyai hak yang sama karena mereka sama-sama manusia. Berdasarkan hal itu, keadilan adalah hak setiap manusia dengan sebab sifatnya sebagai manusia dan sifat ini menjadi dasar keadilan di dalam ajaran-ajaran ketuhanan (ADESy, 2016).
2. 'Adl dalam Arti "Seimbang"
Pengertian ini ditentukan dalam QS Al-Maidah (5): 95 dan QS Al-Infithar (82): 7. Pada ayat yang disebutkan terakhir dinyatakan, Alladzii khalaqaka fa-sawwaaka fa-'adalaka yang artinya "Allah yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikannya (susunan tubuhmu) seimbang".
Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian dengan fungsi dan peran tersendiri menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Misalnya kelompok anggota tubuh manusia, jika ada salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat yang seharusnya, maka pasti tidak akan terjadi keseimbangan (keadilan).
Di samping itu, makna keadilan di dalam pengertian "keseimbangan" menimbulkan keyakinan bahwa Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui menciptakan serta mengelola segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu tertentu guna mencapai tujuan. Hal ini mengantarkan pemahaman pada pengertian "Keadilan Ilahi".
Baca Juga: Prinsip-prinsip Filosofis Ekonomi Islam
3. 'Adl dalam Arti "Perhatian terhadap Hak-hak Individu"
Pengertian inilah yang didefinisikan dengan "menetapkan sesuatu pada tempatnya". Lawan dari pengertian ini adalah "kezaliman", yakni pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain. Makna ini disebutkan di dalam QS Al-An'am (6): 152, Wa Idza qultum fa'diluu walau kaana dza qurba yang artinya "Dan apabila kamu berkata maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu)".
4. 'Adl dalam Arti "Yang Dinisbahkan kepada Allah"
'Adl di sini berarti "memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi". Keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Allah memiliki hak atas semua yang ada. Sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu di sisi-Nya.
QS Ali 'Imran (3): 18 menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata'ala sebagai Qaaiman bi al-qist yang artinya "yang menegakkan keadilan". Kata 'adl juga digunakan untuk menyebutkan suatu keadaan yang lurus karena secara khusus kata tersebut bermakna penetapan hukum dengan benar.
Dari berbagai makna adil dan keadilan serta implementasinya di atas, maka dapat dipahami bahwa keadilan dalam distribusi merupakan suatu kondisi yang tidak memihak pada salah satu pihak. Dengan demikian, menciptakan keadilan merupakan kewajiban yang tidak bisa dihindari dalam ekonomi Islam.
Keadilan dalam distribusi diartikan sebagai suatu distribusi pendapatan dan kekayaan secara adil sesuai dengan norma-norma fairness yang diterima secara universal. Keadaan sosial yang benar ialah keadaan yang memprioritaskan kesejajaran yang ditandai dengan tingkat kesejahteraan pendapatan (kekayaan) yang tinggi dalam sistem sosial.
Di samping itu, memastikan bahwa struktur produksi harus menjamin terciptanya hasil-hasil yang adil. Afzalur Rahman menjelaskan, Islam menghendaki distribusi secara adil dengan memberikan kesamaan pada manusia dalam berusaha untuk mendapatkan harta kekayaan tanpa memandang perbedaan kasta (kelas), kepercayaan, atau warna kulit.
Setiap orang boleh mendapatkan harta secara bebas menurut kemampuan usaha mereka tanpa batasan sosial atau peraturan. Namun, Islam tidak membenarkan perbedaan kekayaan lahiriah yang melampaui batas dan berusaha mempertahankannya dalam batasan-batasan yang wajar (Rahman, 1995).
Upaya tersebut dilakukan dengan tidak hanya mengandalkan mekanisme pasar dalam proses distribusi pendapatan dan kesejahteraan di masyarakat, melainkan juga dengan mengaplikasikan mekanisme redistribusi yang telah digariskan syariah, seperti adanya instrumen zakat yang merupakan salah satu sarana mewujudkan keadilan distribusi. Keadilan distribusi dalam ekonomi Islam memiliki tujuan, yakni agar kekayaan tidak menumpuk pada sebagian kecil masyarakat tetapi selalu beredar dalam masyarakat.
Baca Juga: 4 Pendekatan Pengambilan Keputusan Etis
Jadi, keadilan distribusi menjamin terciptanya pembagian yang adil dalam kemakmuran sehingga memberikan kontribusi pada kualitas hidup yang lebih baik. Muhammad Shyarif Chaudhry, mengemukakan bahwa distribusi ekonomi penting dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan di masyarakat sebagai bagian dari komitmen persaudaraan dan umat.