2 Pergeseran Besar Pada Permintaan Agregat
Catatan PDB riil Indonesia yang telah dibukukan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menunjukkan data sejak tahun 2011 perihal perubahan persentase PDB riil. Pada periode rata-rata delapan tahun tersebut, PDB riil tumbuh 5,36 persen atau lebih dari empat persen per tahun.
Siklus bisnis menyebabkan fluktuasi di sekitar nilai rata-rata ini. Dua kurun waktu tampak sangat penting, di mana lonjakan besar PDB riil di tahun 2011 dan kejatuhan hebat PDB riil di tahun 2015. Kedua kejadian ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan pergeseran permintaan agregat.
Lonjakan besar PDB riil di tahun 2011 terjadi disebabkan oleh krisi ekonomi global yang melanda Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Krisis ini membuat anggaran pemerintah Indonesia mengalami defisit dalam jumlah besar.
Namun, akhirnya krisis ini membawa keuntungan bagi perekonomian nasional. Kemampuan bertahan dari hantaman krisis ternyata membuat Indonesia dipandang sebagai negara yang dapat memberikan keuntungan investasi besar.
Dengan demikian, pemerintah tidak sungkan untuk menaikkan jumlah belanjanya atas barang dan jasa dua kali lipat lebih banyak dibandingkan belanja negara tahun 2010. Peningkatan permintaan agregat yang sangat besar ini menyebabkan tingkat harga naik sampai 6,65 persen.
Kemudian, angka pengangguran turun dari 8,3 juta jiwa menjadi 8,1 juta jiwa. Pergeseran setelahnya dapat diamati pada tahun 2015. Kekacauan perekonomian di tahun ini disebut sebagai depresi besar atau penurunan ekonomi terbesar sepanjang tahun 2011 hingga 2018 di Indonesia.
PDB riil turun sebesar 0,13 persen dari tahun 2014 menuju 2015 dan pengangguran meningkat dari 7,2 juta jiwa menjadi 7,6 juta jiwa. Pada waktu bersamaan, tingkat harga turun sebesar 6,38 persen yang sebelumnya 7,32 persen (BPS, 2018).
Tidak hanya di Indonesia, negara-negara lain seperti Jepang dan Cina juga mengalami penurunan serupa pada output dan harga selama periode tersebut. Depresi besar ini disebabkan oleh turunnya permintaan agregat secara tajam.
Jatuhnya harga saham menyebabkan merosotnya kekayaan rumah tangga sehingga mempengaruhi belanja konsumen. Selain itu, masalah perbankan juga telah mencegah beberapa perusahaan untuk memperoleh dana yang dibutuhkan guna menjalani proyek investasi.