3 Masalah Pokok Indeks Harga Konsumen untuk Menghitung Biaya Hidup
1. Bias Substitusi
Masalah yang pertama adalah bias substitusi. Sederhananya, hal ini dapat digambarkan dengan keadaan di mana konsumen akan mengganti barang-barang kebutuhannya dengan barang-barang lain yang harganya lebih murah (Mankiw, 2006).
Apabila diasumsikan dengan sekeranjang barang dan jasa tertentu, maka IHK telah mengabaikan adanya kemungkinan substitusi konsumsi. Akibatnya, indeks ini cenderung menetapkan kenaikan biaya hidup yang terlalu tinggi dari satu tahun ke tahun berikutnya.
Misalnya, dalam suatu tahun harga apel lebih murah daripada buah pir, sehingga konsumen lebih banyak membeli buah apel daripada buah pir. Ketika ekonom statistika menetapkan isi keranjang barang dan jasa, maka buah apel lebih banyak dimasukkan daripada buah pir.
Andaikan pada tahun berikutnya harga buah pir lebih murah dibandingkan apel, tentu konsumen akan mengonsumsi lebih banyak pir daripada apel. Namun, pakar statistika mengasumsikan bahwa konsumen tetap membeli apel yang harganya mahal dengan jumlah yang sama.
2. Munculnya Barang-barang yang Baru
Masalah ke dua yang berhubungan dengan indeks harga konsumen adalah munculnya barang-barang baru. Dengan adanya barang baru di pasar, tentu konsumen akan lebih banyak pilihan yang tersedia. Jumlah pilihan yang semakin banyak akan meningkatkan nilai uang.
Dengan begitu, konsumen membutuhkan lebih sedikit uang untuk mempertahankan standar hidupnya. Oleh karena itu, indeks ini tidak dapat mencerminkan perubahan daya beli uang karena IHK dihitung berdasarkan keranjang barang dan jasa yang tetap.
Contohnya, saat media online diperkenalkan di pasar, konsumen dapat mengaksesnya di sela-sela waktu kosong di mana pun mereka berada. Dibandingkan dengan media cetak, tentunya pilihan ini memberikan kenyamanan yang lebih besar dan biaya yang lebih murah.
Sebuah indeks biaya hidup yang sempurna seharusnya menunjukkan bahwa pemasaran media online mengakibatkan penurunan biaya hidup. Bagaimanapun juga, indeks harga konsumen tidak menunjukkan penurunan sebagai dampak dari dipasarkannya media online.
Akhirnya, ekonom statistika merevisi isi keranjang barang dan jasa dengan memasukkan media online ke dalamnya, sehingga indeks dapat memantau perubahan harganya. Namun, penurunan biaya hidup yang semestinya terjadi karena pemasaran media online tidak pernah muncul dalam indeks.
3. Perubahan Kualitas
Masalah ke tiga adalah perubahan kualitas yang tidak terukur. Jika kualitas suatu barang memburuk dari tahun ke tahun, maka nilai uang akan jatuh sekalipun harga barangnya tetap. Demikian pula apabila kualitas barang tersebut meningkat dari tahun ke tahun, maka nilai uang akan meningkat.
Jika kualitas barang dalam keranjang berubah, maka ekonom statistika berusaha menyesuaikan harga barang tersebut dengan perubahan kualitasnya. Intinya, ekonom statistika mencoba menghitung harga sekeranjang barang dan jasa yang kualitasnya tetap.
Contohnya, saat media online diperkenalkan di pasar, konsumen dapat mengaksesnya di sela-sela waktu kosong di mana pun mereka berada. Dibandingkan dengan media cetak, tentunya pilihan ini memberikan kenyamanan yang lebih besar dan biaya yang lebih murah.
Sebuah indeks biaya hidup yang sempurna seharusnya menunjukkan bahwa pemasaran media online mengakibatkan penurunan biaya hidup. Bagaimanapun juga, indeks harga konsumen tidak menunjukkan penurunan sebagai dampak dari dipasarkannya media online.
Akhirnya, ekonom statistika merevisi isi keranjang barang dan jasa dengan memasukkan media online ke dalamnya, sehingga indeks dapat memantau perubahan harganya. Namun, penurunan biaya hidup yang semestinya terjadi karena pemasaran media online tidak pernah muncul dalam indeks.
3. Perubahan Kualitas
Masalah ke tiga adalah perubahan kualitas yang tidak terukur. Jika kualitas suatu barang memburuk dari tahun ke tahun, maka nilai uang akan jatuh sekalipun harga barangnya tetap. Demikian pula apabila kualitas barang tersebut meningkat dari tahun ke tahun, maka nilai uang akan meningkat.
Jika kualitas barang dalam keranjang berubah, maka ekonom statistika berusaha menyesuaikan harga barang tersebut dengan perubahan kualitasnya. Intinya, ekonom statistika mencoba menghitung harga sekeranjang barang dan jasa yang kualitasnya tetap.
Walaupun demikian, perubahan kualitas tetap merupakan suatu masalah karena kualitas sangat sulit diukur. Masih banyak perdebatan yang terjadi di antara para ekonom mengenai seberapa sulit masalah pengukuran ini dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.
Berdasarkan penelitian pada tahun 1990-an, IHK dapat menimbulkan inflasi sekitar satu persen per tahun dan ini dianggap terlalu besar pada saat itu dari kenyataan sebenarnya. Untuk menanggapi hal itu, pakar statistika melakukan perubahan teknis guna memperbaiki indeks harga konsumen.
Sejak saat itu, para ekonom percaya bahwa ketidakakuratan tersebut sekarang kira-kira hanya setengahnya. Hal ini sangatlah penting karena banyak program pemerintah yang menggunakan IHK untuk menyesuaikan perubahan tingkat harga keseluruhan.
Contohnya adalah para peroleh tunjangan sosial yang mengalami peningkatan tahunan yang besarnya tergantung pada indeks harga konsumen. Sebagian ekonom mengusulkan untuk mengubah program ini untuk mengatasi masalah pengukuran, seperti mengurangi besarnya peningkatan jumlah tunjangan.
Demikianlah pembahasan tentang 3 masalah pokok indeks harga konsumen untuk menghitung biaya hidup. Sebagaimana yang sering didengar dalam pemberitaan ekonomi, indeks harga merupakan tolok ukur dalam penentuan harga atau keberlangsungan ekonomi suatu negara.